jatimnow.com - PDI Perjuangan (PDIP) sudah tiga kali menunda pengumuman calon wali kota dan wakil wali kota yang bakal diusungnya pada Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya 2020.
Dalam siaran pers yang diterima redaksi pada Selasa (1/9/2020), PDIP berencana mengumumkan calonnya untuk Pilkada Serentak 2020, termasuk Pilwali Surabaya 2020 via daring pada pukul 14.00 Wib, Rabu (2/9/2020).
Psikolog Politik dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Andik Matulessy menyebut bahwa terus mundurnya pengumuman itu menunjukkan bahwa PDIP bingung dalam menentukan calonnya di Pilwali Surabaya 2020.
"PDIP kebingungan dalam menentukan calon wali kotanya. Di satu sisi ada birokrasi Pak Eri Cahyadi yang juga tangan kanannya Bu Risma (Wali Kota Surabaya). Tapi disi lain ada Pak Whisnu (Wakil Wali Kota Surabaya) yang memiliki kemampuan dalam pengerahan konstituen. Jadi sekarang pilih yang mana, makanya kebingungan," ujar Andik, Selasa (1/9/2020).
Elit DPP PDIP menyebut ada kekuatan hitam dalam Pilwali Surabaya kali ini. Menurut Andik, memunculkan perkataan kekuatan hitam itu mungkin menganggap ada yang menghasut dan seakan-akan PDIP tidak solid. Sehingga dimunculkan musuh bersama.
"Secara politik itu bisa saja. Dan memunculkan musuh itu bisa imajiner atau riil. Dan dalam politik itu boleh saja memunculkan agar kader bersatu. Itu strategi untuk meningkatkan akar kader lebih solid," terangnya.
Kekuatan hitam dalam Pilwali Surabaya tahun itu tersebut dilontarkan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto. Menurut Andik, perkataan Hasto itu sebagai bahasa politik.
Psikolog Politik dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Andik Matulessy
"Kadang kala ancaman itu tidak ada, tapi bisa dimunculkan. Misalnya di Amerika Serikat, Donald Trump mengatakan untuk mewaspadai orang di luar Amerika. Padahal belum ada kejadian orang di luar Amerika yang membahayakan. Itu artinya membuat ancaman imajiner," terang Alumni Ilmu Psikologi S1 hingga S3 UGM ini.
Memang, hingga hari ini PDIP belum memutuskan siapa pasangan calon wali kota dan wakil wali kota untuk Pilwali Surabaya 2020. Lanjut Andik, semakin pengumuman itu ditunda, akan semakin merugikan PDIP.
Baca juga:
Machfud Arifin Ikhlas dan Doakan Eri Cahyadi-Armudji
"Kalau saya lihat, PDIP terlambat untuk membangun image seorang leader khususnya dalam Pilwali Surabaya. Dibandingkan dengan MA (Machfud Arifin) yang punya waktu banyak untuk promosi, bukan kampanye karena belum masa kampanye," paparnya.
"Mungkin awalnya orang tidak tahu MA itu siapa. Tapi lama-kelamaan semua orang tahu siapa MA karena dia masuk (pemberitaan) di koran, televisi, radio, media online. Lama-kelamaan orang merasa bahwa ini ya calon yang dinanti-natikan," terangnya.
Lanjutnya, berbeda dengan pasangan calon yang akan diusung PDIP. Karena hanya memiliki waktu akhir September sampai awal Desember 2020.
"Ya memang ada dua calon di Pilwali Surabaya. Ini menjadi menarik, karena satu dibangun dari nasionalis. Sedangkan MA dibangun dari kelompok hijau," ungkap Andik.
Andik menilai, Machfud Arifin banyak mendapatkan dukungan dari tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Di NU sangat kuat dalam konteks paternalistik, yang cenderung orang mengikuti pilihan dari tokoh agamanya.
Baca juga:
Kuasa Hukum MAJU Sayangkan Dana Kampanye Erji Nol Rupiah Tak Ditindak
"Kalau saya lihat, MA banyak mendapatkan dukungan dari NU. Sementara PDIP kuat dalam konteks fanatisme terhadap partainya," tambahnya.
"MA juga didukung oleh tokoh-tokoh. Kalau saya baca di koran, banyak tokoh yang mendukung MA dan terus mengalir, seperti dari Pak Dahlan Iskan. Sehingga bangunan image sebagai wali kota semakin kuat," jelasnya.
Andik menerangkan, Pilwali Surabaya 2020 akan semakin menarik jika dua pasangan calon yang bertarung, antara kubu nasionalis dengan kubu hijau.
"Kita akan menunggu nanti pertarungan di Pilwali Surabaya ini," tandasnya.
URL : https://jatimnow.com/baca-29401-molornya-pengumuman-menunjukkan-pdip-bingung-menentukan-calon