Pixel Codejatimnow.com

Pilwali Surabaya 2020

Bannernya Dirusak dan Dicuri, Banteng Ketaton Surabaya Lapor Bawaslu

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Farizal Tito
Banteng Ketaton Surabaya saat melapor ke Bawaslu
Banteng Ketaton Surabaya saat melapor ke Bawaslu

jatimnow.com - Tim Banteng Ketaton Surabaya meluruk Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat untuk melaporkan perusakan banner yang mereka pasang di beberapa titik di Kota Pahlawan.

Dalam laporannya Selasa (10/11/2020) sore itu, mereka juga melaporkan adanya pencurian banner itu dilakukan pengurus DPC PDI Perjuangan (PDIP) Surabaya yang memakai mobil berstiker Eri Cahyadi-Armudji.

Panglima Banteng Ketaton Surabaya, Sunardi menyebut, perusakan dan pencurian juga dilakukan oleh beberapa orang, di antaranya Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Sawunggaling, Surabaya. Banner yang dipasang di beberapa tempat di Surabaya juga dirusak dan dicuri.

"Kami sangat menyayangkan tindakan pencurian dan perusakan banner milik kami. Seharusnya bila mereka tidak berekenan dengan banner kami, lapor ke Bawaslu dan biar bawaslu yang melakukan tindakan. Bukan malah melakukan tindakan sendiri sehingga terkesan arogan," ujar Gus Nar-sapaan Sunardi.

Menurut Gus Nar, beberapa banner yang dipasang Tim Banteng Ketaton di berbagai tempat di Surabaya hilang dicopot oleh orang yang tidak diketahui identitasnya.

"Untuk banner yang kami pasang di wilayah Kelurahan Sawunggaling kami punya bukti berupa rekaman video. Dan dalam rekaman itu jelas siapa yang melakukan," jelas Gus Nar.

Gus Nar juga menyayangkan sikap pengurus DPC PDIP Surabaya yang bertindak arogan, yang tidak menghormati hak orang lain untuk menentukan pilihan dalam Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya 2020.

"Mereka telah bertindak arogan. Kalau ada spanduk atau banner yang berseberangan dengan mereka, mereka berantas. Seakan-akan PDI Perjuangan milik mereka sendiri," tuturnya.

Gus Nar mengungkapkan, Banteng Ketaton adalah warga PDIP Kota Surabaya yang tidak mau memilih pasangan Eri Cahyadi dan Armudji sebagai calon wali kota dan wakil wali kota Surabaya.

Baca juga:
Machfud Arifin Ikhlas dan Doakan Eri Cahyadi-Armudji

Gus Nar juga menyebut bahwa calon wali kota nomor urut 1 Eri Cahyadi itu bukan kader PDIP. Eri Cahyadi baru mengurus kartu anggota PDIP setelah mendaftar ke KPU.

Menurut Gus Nar, fenomena tersebut membuat Banteng Ketaton Surabaya memilih berpihak kepada Pasangan Calon Wali Kota-Calon Wakil Wali Kota Surabaya Nomor Urut 2, Machfud Arifin-Mujiaman.

"Kami ini menentukan pilihan kami sendiri tidak ada yang mengarahkan. Tolong hormati pilihan kami. Kami memang warga PDI Perjuangan, bukan berpindah partai, tapi kali ini kami punya pilihan berbeda," pungkas Gus Nar.

Sementara Ketua Deklarasi Banteng Ketaton Surabaya, Andreas Widodo menepis tudingan bahwa banner Banteng Ketaton Surabaya menghasut atau mengadu domba. Menurutnya banner itu hanya mengingatkan warga Surabaya bahwa jangan sampai mereka tertipu memilih wali kota.

"Jelaskan. Eri Cahyadi dan Armudji itu bukan Risma. Kalau mereka terpilih pasti beda gaya kepempimpinan. Soal jargon meneruskan kebaikan Risma kan belum terlihat. Terpilih jadi wali kota saja belum kok. Kalau sudah terpilih ya monggo," ujar Romo-panggilan akrab Andreas Widodo.

Baca juga:
Kuasa Hukum MAJU Sayangkan Dana Kampanye Erji Nol Rupiah Tak Ditindak

Menurut Romo, perusakan dan pencurian banner itu telah memenuhi unsur pidana, di antaranya pasal pencurian serta melanggar tindakan pidana pemilu Pasal 280 ayat (1) huruf g juncto pasal 521 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Yakni soal penghilangan APK dengan ancaman hukuman penjara 2 tahun dan denda Rp. 24.000.000.

Ketua Bawaslu Surabaya, M Agil Akbar membenarkan ada laporan perusakan dan pencurian banner itu. Saat ini pelaporan tersebut sudah diterimanya.

"Jadi kita terima laporannya. Kita periksa, kita kaji dugaanya, apakah memenuhi unsur pelanggaran atau tidak. Lokasi perusakan dan pencurian itu ada banyak, Sawunggaling, Kupang, Sawahan. Kita akan kaji, memeriksa pihak yang lain termasuk yang melaporkan, dilaporkan dan beberapa pihak parpol kemudian KPU," jelasnya.

"Sangkaannya adalah pasal pidana Pasal 69 bahwa merusak alat kampanye adalah tindak pidana pemilihan," pungkasnya.