jatimnow.com - Saat Gus Dur menjadi presiden pada 2000, ada sejumlah menteri yang dianggap kurang pas menempati posisinya. Salah duanya (karena setidaknya ada dua orang) adalah Mahfud MD dan AS Hikam.
Mahfud MD sekarang Menko Polkam ketika itu diangkat sebagai menteri pertahanan, dan AS Hikam sebagai menteri riset dan teknologi.
Penunjukan AS Hikam dipertanyakan karena tidak punya latar belakang sama sekali soal teknologi. Ketika itu Hikam diolok-olok pengalaman teknologinya cuma menghidupkan dan mematikan televisi.
Mahfud MD lebih kocak lagi. Konon, Presiden Gus Dur memintanya menjadi menteri pertanahan karena latar belakangnya sebagai ahli hukum. Tapi, Sekretaris Negara salah dengar dan menulis Mahfud MD sebagai menteri pertahanan.
Jadilah Mahfud MD sebagai menteri pertahanan, tapi cuma bertahan setahun. Mahfud pun tercatat sebagai menhan sipil ke 1,5 kali setelah Juwono Sudarsono menjadi menhan sipil pertama.
Kali ini Mahfud MD bernasib lebih baik. Dalam reshuffle (resafel, Indonesia) yang diumumkan Presiden Jokowi Selasa (22/12) namanya aman dari gusuran meskipun sebelumnya beredar desas-desus dia bakal kena garuk.
Justru reshuffle kali ini memunculkan kelucuan yang lebih kocak dari kasus salah sebut Mahfud MD. Banyak yang kaget ketika Jokowi menyebut Yaqut Cholil Qoumas sebagai menteri agama.
Ini kejutan sekaligus pertanyaan besar, apa tidak terjadi salah sebut nama atau salah catat di sekretariat negara yang tidak bisa membedakan Yaqut Cholil Qoumas dengan Yahya Cholil Staquf.
Anda yang tidak kenal dekat dengan silsilah dua orang ini dijamin bingung. Yaqut dan Yahya sama-sama putra almarhum K.H Cholil Bisri kakak kandung K.H Mustofa Bisri pengasuh Pesantren Raudhatut Thalibin, Rembang.
Yaqut adalah adik kandung Yahya, yang di kalangan teman-temannya dipanggil Staquf. Yaqut ketua PB Anshor dan anggota DPR RI dari PKB, dan Staquf adalah katib aam atau Sekretaris Jenderal Syuriah NU.
Beberapa hari sebelum reshuffle beredar luas spekulasi Yahya Cholil Staquf akan menjadi menteri agama menggantikan Jenderal Fachrul Razi yang kontroversial karena pendekatan deradikalisasinya yang membabi buta.
Selama ini Kementerian Agama dianggap sebagai jatah NU. Karena itu ketika Jokowi bereksperimen dengan menunjuk jenderal TNI kalangan NU menjadi masygul dan Fachrul pun sering menjadi sasaran kritik.
Ketika isu reshuffle menggelinding nama Fachrul paling santer dikabarkan bakal digusur dan posnya akan dikembalikan kepada NU. Dua nama yang muncul di bursa adalah Agus Maftuh Abegebriel, dubes Indonesia di Arab Saudi, dan Yahya Cholil Staquf. Nama Yaqut Cholil Qoumas sama sekali tidak pernah disebut-sebut.
Karena itu ketika nama Yaqut disebut sebagai menteri agama banyak yang kaget. Jangan-jangan Sekretariat Negara salah sebut nama karena tidak bisa membedakan Yaqut dengan Staquf. Kalau benar demikian sungguh sebuah kecelakaan yang benar-benar menggelikan.
Ihwal blunder seperti ini bukan mustahil terjadi di Sekretariat Negara. Lembaga ini sudah berkali-kali membuat kesalahan administratif yang serius. Dalam kasus kontroversi UU Omnibus Law Sekretaris Negara beberapa kali membuat kesalahan.
Tapi, apapun kejadiannya dalam reshuffle kali ini NU bisa tersenyum lebar karena jatah yang diimpi-impikannya akhirnya bisa didapat. Sebaliknya Muhammadiyah bisa jadi tersenyum kecut karena tidak jadi ketambahan jatah.
Semula spekulasi yang beredar menyebut Ketua PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nasir akan masuk kabinet sebagai menteri pendidikan atau menteri sosial. Tapi pos menteri pendidikan aman dan jatah menteri sosial jatuh ke tangan Tri Rismaharini, wali kota Surabaya yang segera habis masa jabatannya.
Walhasil Muhammadiyah hanya menempatkan Muhadjir Efendi sebagai Menko PMK, sedangkan NU memiliki Wapres Ma'ruf Amin dan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Menarik untuk dilihat reaksi Muhammadiyah terhadap perkembangan ini. Sangat mungkin Muhammadiyah akan makin jelas resistensinya terhadap Jokowi, sebagaimana yang ditunjukkan dalam kasus pembunuhan enam laskar FPI dan merger bank-bank syariah BUMN.
Pos lain yang potensial menjadi sorotan adalah Kementerian Kesehatan. Munculnya Budi Gunadi Sadikin (BGS) menggantikan Letjen TNI Terawan Agus Putranto memunculkan pertanyaan mengenai kompetensi.
Selama ini Terawan dianggap tidak kompeten dalam menangani kasus Pandemi Covid-19 meskipun dia punya latar belakang medis yang lumayan mumpuni. Karena itu sejak awal namanya sudah masuk dalam daftar gusur. Meski demikian, kemunculan BGS tak ayal membuat dahi berkerenyit karena dia tidak punya latar belakang kesehatan.
Baca juga:
Menatap Industri Hasil Tembakau di Masa Kepemimpinan Presiden Baru
Seumur-umur baru sekarang ada menteri kesehatan berlatar belakang perbankan. Ini adalah cara Jokowi untuk pamer bahwa dia berpikir lateral ala Edward de Bono. Jokowi pamer bahwa dia berpikir out of the box.
Penunjukkan BGS menunjukkan bahwa dalam menangani pandemi, Jokowi lebih mementingkan pendekatan ekonomi ketimbang pertimbangan kesehatan. BGS mantan direktur utama Bank Mandiri yang kemudian menjadi wakil menteri BUMN ditugasi untuk mengamankan proyek vaksinasi yang potensial menimbulkan kontroversi.
Penunjukan produk vaksin Sinovac dari China yang akan digratiskan sangat potensial menimbulkan resistensi. Karena itu menarik untuk dilihat apa yang akan dilakukan BGS.
Tergusurnya Terawan berarti dua pos TNI di kabinet menguap setelah Fachrul Razi juga digusur. Selain itu jatah Kristen di kabinet juga hilang dengan dipecatnya Terawan. Ini kado Natal pahit bagi umat Kristiani.
Masuknya Sandiaga Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekokomi Kreatif membuat jatah Partai Gerindra masih tetap utuh dua kursi. Posisi Menteri Perikanan dan Kelautan yang semula diduduki Gerindra sekarang dipegang oleh Sakti Wahyu Trenggono.
Dengan masuknya Sandi ke kabinet lengkap sudah derita para mantan pendukung 02 yang sekarang menjadi Sisa-Sisa Laskar Pajang yang merana.
Masuknya Tri Rismaharini sebagai menteri sosial membuktikan bahwa Risma benar-benar anak emas Megawati. Dengan mendapat panggung sebagai menteri, Risma mempunyai peluang untuk berperang pada 2024.
Dengan posisi baru ini, Risma menapak tilas posisi Khofifah Indar Parawansa, gubernur Jatim yang selama ini menjadi seteru politiknya. Dengan jabatan menteri sosial Risma bisa bebas mempergunakan program bantuan kesejahteraan rakyat miskin untuk mendongkrak popularitasnya.
Hal yang sama dilakukan Khofifah ketika menjadi menteri sosial. Ia menggelontorkan program bantuan sosial ke Jawa Timur untuk membangun basis dukungan. Khofifah kemudian maju sebagai calon gubernur Jatim pada 2019 dan sukses menjungkalkan petahana Saifullah Yusuf.
Kali ini Khofifah yang harus waspada terhadap manuver-manuver Risma yang sangat mungkin akan ditugaskan oleh Mega untuk merebut kursi gubernur Jatim yang sudah seperempat abad lepas dari PDIP.
Khofifah berambisi maju sebagai capres pada 2024, tapi melihat lapangan yang sangat becek mungkin Khofifah memilih bertahan di Jatim. Risikonya Khofifah harus berhadap-hadapan dengan Risma. Dua seteru politik lama akhirnya berhadap-hadapan head to head. Inilah tarung politik emak-emak yang seru dan patut kita tunggu.
Baca juga:
Tarif Impor Pangan, Solusi Perkuat Keuangan Negara
Tapi, Risma masih punya PR untuk mengamankan Surabaya dari gugatan Machfud Arifin ke Mahkamah Konstitusi. Putra Mahkota Risma, Eri Cahyadi sudah memenangkan pilwali Surabaya, tapi harus menghadapi gugatan di MK karena tuduhan keterlibatan Risma yang masif dalam pilwali.
Posisi Risma yang lowong di Surabaya akan diisi oleh pelaksana tugas yang ditunjuk oleh Gubernur Khofifah. Ini menjadi kesempatan bagi Khofifah untuk menggergaji langkah Risma.
Andai kemenangan Eri Cahyadi di Surabaya dibatalkan oleh MK dan diberikan kepada Machfud Arifin maka kaki Risma akan buntung sebelah. Khofifah akan lebih enteng menghadapi Risma.
Kita tunggu tarung Khofifah vs Risma Part III.
Penulis adalah:
Dhimam Abror Djuraid
Wartawan senior Surabaya
*jatimnow.com tidak bertanggung jawab atas isi opini. Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis