jatimnow.com - Dua orang Indonesia diringkus Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jatim setelah terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan web (scampage) 14 website resmi pemerintahan Amerika Serikat (AS).
Kapolda Jatim, Irjen Pol Nico Afinta menyebut, dua pelakunya itu adalah SFR dan MCL. Keduanya ditangkap di dua lokasi yang berbeda atas kerjasama Hubungan Internasional dengan Federal Bureau of Investigation (FBI) pada 1 Maret 2021.
Penangkapan itu sendiri membutuhkan waktu tiga bulan untuk dapat melacak lokasi pelaku. MCL ditangkap di daerah Stasiun Pasar Turi, Surabaya. Sementara SFR ditangkap di salah satu hotel di kawasan Tegalsari, Surabaya.
Dalam teknisnya, MCL selaku pembuat website palsu tersebut dan SFR sebagai penyebar website itu kepada 30.000 warga Amerika melalui SMS di nomor ponsel korbannya yang didapat melalui software.
Terkait isi pesan yang dikirimkan pelaku, korbannya diminta untuk mengisi formulir yang menyangkut data pribadi untuk pencairan dana Pandemic Unemploymet Assistance (PUA) dari Pemerintah AS bagi warga yang terdampak Covid-19.
"Tersangka ini membuat website yang seolah-olah sama, kemudian disebar kepada 20 juta warga negara bagian Amerika. Korbannya tidak menyadari bahwa dia telah mengisi data pribadinya ke domain palsu yang mirip dengan website resmi pemerintahan AS," terang Nico di Mapolda Jatim, Kamis (15/4/2021).
Dari 20 juta pesan yang disebar menggunakan software aplikasi SMS Blast, pelaku berhasil menipu kurang lebih 30.000 korban. Sedangkan aksinya ini telah berjalan sejak Mei 2020 hingga Maret 2021. Mereka juga mempelajari kegiatan yang melanggar hukum ini sejak 2015 lalu secara otodidak melalui internet.
Diketahui bantuan terdampak Covid-19 dari pemerintah AS bagi pengangguran ini sebesar USD 2.000 atau Rp 30 juta bagi satu warga. Tersangka juga menjual data pribadi itu sebesar USD 100 kepada S, warga asal India yang kini masuk dalam daftar buronan FBI.
Baca juga:
Polda Jatim Bongkar 28 Kasus Perdagangan Orang, 41 Tersangka Diamankan
"Dari sinilah tersangka mendapatkan data penting untuk menipu dan mendapatkan uang USD 2000 per satu data. Total keuntungan yang didapatkan mencapai Rp 420 juta," jelas Nico.
Sementara dari hasil penyidikan yang telah dilakukan, uang ratusan juta itu digunakan kedua tersangka untuk membeli peralatan gadget, membayar hutang, liburan dan foya-foya.
Nico pun mengimbau kepada masyarakat supaya lebih teliti lagi dalam mengisi formulir online yang menyangkut data diri pribadi. Masyarakat juga harus memperhatikan dengan cara melihat bagian belakang domain yang biasanya website pemerintahan palsu menggunakan .ly, .com, .info, .link dan .net.
"Masyarakat kami imbau supaya lebih waspada, untuk yang lainnya juga supaya tidak melakukan tindak pidana membuat website palsu, menyebarkan dan mengambil keuntungan," pungkas jenderal bintang dua tersebut.
Baca juga:
Kapolri dan Panglima TNI Tinjau Kesiapan Pengamanan Pilkada Serentak di Jatim
Dari pengungkapan kasus ini, polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya 3 unit laptop, 2 unit ponsel dan bukti file percakapan pelaku melalui Telegram serta WhatsApp.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 35 Jo Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Pasal 32 ayat (2) Jo Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukumannya penjara maksimal 12 tahun serta denda sebesar Rp 12 Miliar.