Pixel Codejatimnow.com

Keluhan Dokter Muda di Indonesia Soal UU Pendidikan Kedokteran Tahun 2013

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Ni'am Kurniawan
Salah satu anggota Pergerakan Dokter Muda Indonesia (PDMI), dr Handaru
Salah satu anggota Pergerakan Dokter Muda Indonesia (PDMI), dr Handaru

jatimnow.com - Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2013 tentang sistem Pendidikan Kedokteran (UU DikDok) dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. UU ini juga dianggap menghambat revolusi baru ilmu kedokteran.

Hal itu disampaikan dr Handaru yang tergabung dalam Pergerakan Dokter Muda Indonesia (PDMI) dalam diskusi Revisi UU Pendidikan Kedokteran bertajuk Restorasi Humanisme Pendidikan Kedokteran di Kantor DPW NasDem Jatim Jalan Arjuno, Surabaya, Selasa (8/6/2021).

Handaru menyebut banyak kejanggalan dengan sistem pendidikan kedokteran. Selain mahal, kompetensi untuk meraih profesi dokter juga sangat sulit. Mulai dari mahalnya biaya pendidikan, biaya uji kompetensi, biaya praktik hingga membeli alat-alat penunjang profesi.

Salah satu yang ia soroti adalah biaya uji kompetensi yang menurutnya tidak wajar. Kata dia, dalam aturan pendidikan kedokteran, biaya untuk mengikuti salah satu uji kompetensi saja, bisa mencapai Rp 400 ribu.

"Saya mendapati ada beberapa oknum yang memanfaatkan ini. Di sebuah tempat saya menemui biaya-biaya ini berbeda, ada yang semisal Rp 400 ribu, di tempat lain bisa Rp 410 ribu, bahkan ada yang sampai Rp 600 ribu," ungkap Handaru.

"Kami juga menanyakan transparansi uang sebanyak itu, uang tersebut arahnya bagaimana ataukah disetorkan ke negara atau bagaimana," tambahnya.

Handaru bersama para dokter muda lainnya mengaku resah dengan perpeloncoan yang dilakukan para oknum di lingkungan pendidikan kedokteran.

"Bahkan ada istilah jaminan lulus membayar Rp 350 juta, persyaratannya cuma KTP dan kartu peserta saja," tegasnya.

Ketua PB IDI, dr Daeng M FaqihKetua PB IDI, dr Daeng M Faqih

Baca juga:
Video: Partai Nasdem Gelar Diskusi Kedokteran

Sementara Ketua Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Daeng M Faqih dalam kesempatan yang sama mengatakan, keluhan tersebut memang menjadi masalah klasik di tengah profesi dokter.

"Produksi dokter yang terus kita produksi ini, harus diratakan dengan baik. Itu PR utama yang harus diselesaikan dengan baik. Yang kedua adalah keadilan untuk mengakses pendidikan kedokteran. Kita tahu pendidikan masuk yang begitu mahal. Yang ketiga adalah apa yang disampaikan tadi adalah mahalnya biaya-biaya," papar dr Daeng.

dr Daeng mengaku, saat ini pendidikan kedokteran memang sedang menunggu adanya inovasi baru.

"Bicara inovasi, itu harus diwujudkan yang ujungnya daya saing. Sehingga kita bisa mencetak dokter-dokter yang bertaraf internasional, daya saingnya bagus, inovasinya bagus dan nantinya terdistribusi dengan baik di tengah masyarakat," katanya.

Baca juga:
Perjalanan Partai NasDem Dorong Revisi UU Pendidikan Kedokteran Tahun 2013

Dia juga menyatakan bahwa IDI sepakat tentang adanya revisi tentang Undang-undang (UU) Pendidikan Kedokteran, sehingga ada harapan jika dokter-dokter di Indonesia mampu bersaing hingga kancah Internasional.

"Strateginya apa? Maka di Undang-undang Pendidikan Kedokteran ini harus dikaji, akselerasinya seperti apa alih teknologi," tandasnya.

UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang sistem Pendidikan Kedokteran (UU DikDok) ini sedang menjadi pembahasan serius di Partai NasDem.

Diskusi itu menghadirkan Pakar Hukum Kedokteran dr H. M Nasser, Ketua Umum PB Ikatan Dokter Gigi Indonesia (IDGI) dr R.M Sri Hananto Seno, Dekan Fakultas Kedokteran Unair Prof. Dr. dr Budi Santoso serta Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya dr Sulantari dan perwakilan mahasiswa dari fakultas kedokteran di Surabaya.