Pixel Codejatimnow.com

Driver Ojol asal Ngawi ini Cabuli Santriwati di Alun-alun Madiun

Editor : Sandhi Nurhartanto  Reporter : Mita Kusuma
Pelaku driver ojol yang diamankan Polres Madiun setelah mencabuli santriwati di alun-alun
Pelaku driver ojol yang diamankan Polres Madiun setelah mencabuli santriwati di alun-alun

jatimnow.com - Seorang tukang ojek online (ojol) yang bernama Putut (42) asal Ngawi diamankan setelah mencabuli salah satu santriwati yang tengah libur dari pondok pesantren (ponpes).

Kapolres Madiun, AKBP Jury Leonard Siahaan mengatakan lokasi pencabulan dilakukan pelaku di Alun-alun Mejayan, Kabupaten Madiun. Korban saat itu akan menjenguk temannya di Ngawi karena ponpes sedang libur.

"Korban kemudian memesan ojol melalui online. Namun saat sampai di tujuan, rupanya temannya tidak ada. Karena saat itu libur di ponpes, korban berencana pulang ke Kabupaten Madiun," kata AKBP Jury, Senin (28/6/2021).

"Merasa ada kesempatan. Pelaku menyampaikan bahwa jika korban memesan ojek online lagi akan menunggu lama. Pelaku menyarankan untuk offline," sambungnya.

Saran dari pelaku kemudian disetujui korban dan keduanya terjadi kesepakatan harga. Pelaku kemudian mengantarkan korban ke Alun-alun Mejayan sesuai permintaan korban.

"Saat di alun-alun, pelaku tidak langsung kembali. Padahal uang pengantaran sudah diberikan," jelas AKBP Jury.

Baca juga:
Ini Modus Kiai dan Gus Cabuli 12 Santriwati di Trenggalek

Pelaku mengancam korban agar melayani nafsunya.

"Akhirnya terjadi pencabulan di alun-alun. Setelahnya, pelaku mengantarkannya ke rumah korban," ujar dia.

Sesampai di rumah, korban menceritakan peristiwa yang dialaminya itu ke keluarganya dan kedua orangtuanya kemudian melaporkan ke Mapolres Madiun.

Baca juga:
Kiai dan Gus di Trenggalek Ditahan Polisi, Tersangka Pencabulan 12 Santriwati

Bermodal handphone korban yang ada aplikasi ojek online, pelaku kemudian dilacak. Polisi kemudian menangkap pelaku di rumahnya di Kabupaten Ngawi.

Selain menangkap pelaku, polisi menyita barang bukti yaitu baju korban dan pelaku. Juga handphone pelaku dan korban sebagai alat memesan dan menerima pemesanan transportasi online.

"Karena korban di bawah umur, kami menggunakan undang-undang perlindungan anak. Tentu lebih berat hukumannya dibanding undang-undang lain," pungkasnya.