Pixel Codejatimnow.com

Cara Cerdas Petani Paprika di Pasuruan Bertahan Selama Pandemi Covid-19

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Moch Rois
Edi Suddarsono, petani paprika Desa Tlogosari, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan
Edi Suddarsono, petani paprika Desa Tlogosari, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan

jatimnow.com - Para petani buah paprika di dataran tinggi Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan, memiliki cara tersendiri dalam mempertahankan bisnis pertaniannya di tengah Pandemi Covid-19.

Masa Pandemi Covid-19 dan penerapan PPKM membuat harga paprika di tingkat petani sempat hancur. Dari yang harga Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu per kilogram, turun di kisaran Rp 10 ribu.

"Saat harga hancur itu, saya tidak hanya menjual paprika ke tengkulak, tapi juga secara online untuk memperoleh harga jual yang lebih tinggi. Kan sekarang banyak situs jual beli. Alhamdulillah bisa sedikit menutup kerugian," jelas Edi Suddarsono, petani buah paprika Desa Tlogosari, Jumat (20/8/2021).

Edi bersyukur dengan adanya teknologi saat ini bisa menyelamatkan bisnis pertaniannya yang berlokasi di desa terpencil di ketinggian 960 Mdpl itu.

"Untuk saat ini, harga sudah kembali normal dikisaran Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu di tingkat tengkulak. Selain itu, kami pun sangat kuwalahan memenuhi permintaan pasar yang tinggi," ungkapnya.

Edi membeberkan jika bertani buah paprika lebih banyak untung ketimbang rugi. Setelah paprika umur 95 hari setelah tanam, buah paprika akan bisa dipanen dua minggu sekali.

Di kebun seluas 1.000 meter persegi milik Edy yang berisi 3.000 tanaman itu, setiap kali panen tidak kurang dua sampai tiga kwintal.

Baca juga:
Video: Cara Petani Paprika di Pasuruan Bertahan Selama Pandemi Covid-19

"Kalau paprika ini panennya terus-terusan selama setahun, tidak kenal musim. Saya punya dua green house, masing-masing seluas 1.000 meter persegi," ungkapnya.

Diterangkan Edi, butuh ketelatenan dan pengetahuan untuk mengaplikasikan pertanian modern dalam bertani paprika. Juga dibutuhkan green house. Sebab, perbulir benih paprika dibandrol sekitar Rp 3 sampai 5 ribu, dan media tanamnya pun berbahan kompos.

"Peranan listrik itu sangat penting untuk bertani paprika, biar tidak kerja dua kali. Khususnya untuk penyiraman air, pemberian pupuk dan penyemprotan pestisida di dalam green house," terangnya.

Meski Desa Tlogosari termasuk terpencil, Edimasih tetap bangga. Sebab desanya adalah penghasil paprika terbesar di Jawa Timur.

Baca juga:
Lebih Bersih dan Steril, Pedagang PIOS Bungkus Paprika dengan Plastik Wrapping

"Paprika dari sini dijual sampai Jakarta, bahkan sampai Pulau Kalimantan dan Papua," tambah bapak dua anak tersebut.

Sementara Dedik (32), warga Desa Tlogosari yang bekerja sebagai pegawai wahana pariwisata yang dirumahkan selama Pandemi Covid-19, akhirnya ikut bertani paprika.

"Ini baru beberapa minggu tanam paprika. Karena status kerja saya gak jelas selama Pandemi Covid-19, ya akhirnya coba bertani," jelas Dedik.