Pixel Codejatimnow.com

Cikal Bakal Kesenian Jaranan Buto yang Menjadi Bagian dari Banyuwangi Festival

Editor : Sandhi Nurhartanto  Reporter : Rony Subhan
Setro Asnawi dengan kreasi seni Jaranan Buto Banyuwangi
Setro Asnawi dengan kreasi seni Jaranan Buto Banyuwangi

jatimnow.com - Kesenian Jaranan Buto Banyuwangi dikembangkan oleh Setro Asnawi asal Trenggalek yang lahir pada tahun 1940.

Ia datang dan menjadi warga Banyuwangi sejak tahun 1963. Satu tahun menetap di Banyuwangi, ia mengembangkan tari Jaranan Buto yang saat ini masih dilestarikan oleh penggiat jaranan di Bumi Blambangan.

Setro Asnawi menjelaskan, penari Jaranan Buto terdiri dari 2 hingga 6 orang dewasa. Mereka menari diiringi gamelan kendang, kempul, gong dan terompet.

"Saya datang dan menetap di Banyuwangi pada Tahun 1963. Setelah setahun di Banyuwangi, saya mulai mencoba menciptakan seni Jaranan Buto," katanya kepada jatimnow.com beberapa waktu lalu.

Ia memaparkan, penari Jaranan Buto mengenakan kostum prajurit gagah berani dan merias mukanya laksana buto dengan menunggang kuda terbuat dari kulit bergambarkan wajah raksasa.

Dulunya, tari Jaranan Buto disebut tari Lincak Gagak dengan pakem gerak kaki yang sama oleh beberapa orang dewasa.

Uniknya dalam pagelaran seni itu, satu dari penari Jaranan Buto mengalami kesurupan atau dengan istilahnya 'Ndadi'.

"Penari yang kesurupan tidak perlu khawatir karena pertunjukan itu dilengkapi dengan 'Gambuh' atau seorang yang mampu mengobati penari yang kesurupan," ujar dia.

Baca juga:
Sanggar Tari Sari Kalam Banjarkematren Sidoarjo, jadi Kontrol Sosial Birokrasi Desa

Pada Tahun 1969, Setro Asnawi menjadi carik atau pamong desa selama15 tahun di Desa Kebondalem, Kecamatan Bangorejo, Kabupaten Banyuwangi.

Ia datang ke Dusun Cemetuk, Desa Cluring, Banyuwangi untuk menemui tokoh seni guna menitipkan dan melestarikan seni Jaranan Buto.

"Tidak mudah diterima oleh penggiat jaranan di Banyuwangi. Saya awali tari seni Jaranan Buto pada kelompok jaranan yang ada di Dusun Cemetuk Desa Cluring," lanjutnya.

"Seni ini keluar dari hati nurani saya. Kalau ditinjau dari sejarah kerajaan, tidak ada. Seni ini saya padukan dari cerita Minak Jinggo. Karena selama saya kecil belum ada Jaranan Buto," tambahnya.

Baca juga:
Mengulik Kesenian Tradisional Dongkrek di Kabupaten Madiun

Setelah Jaranan Buto diterima masyarakat, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) menetapkan kesenian itu menjadi bagian dari Banyuwangi Festival.

"Saya sangat bangga, Jaranan Buto bisa di festivalkan. Hal ini bisa sebagai bentuk pelestarian budaya asli Banyuwangi. Karena Jaranan Buto ini memang asli tercipta di Banyuwangi dan milik Banyuwangi. Semoga saja Seni Jaranan Buto semakin diminati masyarakat dan tidak rapuh dengan perkembangan jaman," pungkasnya.

Kades Kebondalem, Kecamatan Bangorejo, Iksan menyebutkan jika Setro Asnawi kini di masa tuanya sekarang lebih banyak beraktifitas di kebun.

"Dulu pernah menjabat jadi carik dan pernah PJ juga. Sekarang berkebun bonsai," kata Iksan, Senin (11/10/2021).