Pixel Codejatimnow.com

Menikmati Nuansa Kolonial di Warkop Gardu Suling Gresik

Editor : Sandhi Nurhartanto  Reporter : Sahlul Fahmi
Gardu Suling di Gresik yang kini menjadi warung kopi (Foto: Sahlul Fahmi/jatimnow,com)
Gardu Suling di Gresik yang kini menjadi warung kopi (Foto: Sahlul Fahmi/jatimnow,com)

jatimnow.com - Selain dikenal dengan sebutan Kota Santri, Gresik juga kerap disebut sebagai Kota Seribu Warung Kopi (warkop).

Itu dikarenakan banyaknya warkop yang berjejer di pinggiran jalan maupun di dalam gang-gang yang ada di Kota Gresik.

Tradisi masyarakat yang gemar menjadikan warkop sebagai ajang silaturahmi, berdiskusi, hingga membicarakan urusan bisnis membuat warkop tumbuh subur di Kota Industri, sebutan lain bagi Kota Gresik.

Saat kita melintasi Kota Gresik kita bisa dengan mudah menjumpai warkop-warkop. Mulai dari yang tradisional hingga warkop yang hadir dengan kemasan modern layaknya coffee shop atau cafe.

Namun dari ribuan warkop yang ada di Kota Gresik, hingga kini masih terdapat beberapa warkop tua yang keberadaanya tetap eksis meski kehadiran tempat ngopi modern kian merebak mengelilinginya.

Salah satu warkop tua yang kini masih eksis di Gresik adalah Warkop Garling. Nama Garling adalah singkatan dari Gardu Suling.

Dulunya bangunan Garling ini merupakan bangunan peninggalan kolonial Belanda yang dipergunakan untuk membunyikan sirine.

Machali, pengelola mengisahkan awal mula dirinya membuka warkop di tahun 1985 di saat bangunan Garling berukuran 3 x 3 meter itu tak lagi difungsikan.

Pria yang sebelumnya bertugas menyalakan sirine Garling itu kemudian meminta izin ke kantor PLN yang berada di seberang bangunan untuk memanfaatkannya sebagai warung kopi.

Baca juga:
Pertemuan Mengharukan Ibu dan Anak yang Terpisah 37 Tahun

"Saya dulu menjadi petugas yang menyalakan sirine Garling. Tapi sejak tahun 1985 bangunan itu tak lagi berfungsi, saya kemudian meminta izin ke kantor PLN untuk memanfaatkan bangunan kosong itu sebagai warung kopi," kata Machali, Rabu (20/10/2021).

Bapak empat anak ini menceritakan saat masih bertugas sebagai petugas Garling, biasanya di Bulan Ramadan dirinya menyalakan sirine waktu Imsak dan Maghrib saat berbuka puasa.

Sirine juga dibunyikan saat Detik-detik Proklamasi setiap tanggal 17 Agustus serta pergantian tahun baru.

"Sirine ini sempat diperbaiki dan difungsikan lagi pada tahun 2012. Sirine saya bunyikan setiap pukul 7 pagi, sedang pada hari Jumat sirine dibunyikan jam 11.00 Wib sebagai pertanda untuk persiapan Salat Jumat. Tapi pada tahun 2016 sirine mengalami gangguan, sejak itu sirine tak lagi berfungsi hingga sekarang," terang dia.

Kini warkop Garling telah berusia 36 tahun. Machali mengaku dulu saat dirinya mengawali membuka warkop harga secangkir kopi hanya Rp 10, sedang untuk teh manis per gelas harganya hanya Rp 5.

Baca juga:
Mengenal Sony Wahyu Alfarsyah, Anak Tukang Ojek yang Jadi Duta BAZNAS Jatim 2023

"Kalau sekarang secangkir kopi sudah Rp 3 ribu, sementara untuk teh manis Rp 2 ribu," ujar pria asli Lamongan ini.

Selain menyajikan kopi dan teh manis, warkop Garling yang setiap hari buka dari pukul 06.00 WIB hingga 18.00 WIB itu juga menyediakan masakan rawon dan krengsengan.

Selain itu makanan tradisional seperti jemblem, lento, peluntir, tahu isi dan godo tempe juga menjadi sajian pelengkap bagi warkop Garling.

"Alhamdulillah, dari warkop ini saya bisa mengantarkan empat anak saya sebagai sarjana," pungkas Machali yang kini telah berusia 59 tahun.