Probolinggo - PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Unit Pembangkitan (UP) Paiton terus mengembangkan sejumlah strategi sejak diluncurkan co-firing pada Tahun 2020 hingga sekarang.
Salah satu tergetnya yaitu bisa meningkatkan bauran biomassa dalam program co-firing ke depan bisa mencapai 20 hingga 50 persen.
"Memang saat ini baurannya masih hampir 5 persen, tetapi untuk percepatan kami targetkan untuk bisa menguji menjadi 20 persen, bertahap menuju 30 persen hingga 50 persen bauran sehingga PLTU PJB UP Paiton akan jadi pionir co-firing," kata Plh General Manager PJB UP Paiton, Anggoro Hari dalam kunjungan PJB Media Day, Jumat (4/2/2022) hingga Sabtu (5/2/2022).
Anggoro menjelaskan, awal diluncurkan co-firing pada 2020, penggunaan biomassa sebagai bahan bakar campuran dengan batu bara masih mencapai 0,42 persen. Namun secara bertahap, co-firing terus ditingkatkan pada November 3,6 persen, dan pada Desember 2021 sudah mencapai 4,4 persen.
Kemudian investasi yang dibutuhkan untuk co-firing dengan bauran hingga 20 persen dibutuhkan sekitar Rp 2 miliar sebagai investasi conveyor yang lebih besar, bahkan untuk bauran 50 persen dibutuhkan 2,5 kali lipat lagi investasinya.
Bongkar muat batu bara di PJB Unit Pembangkitan Paiton
Menurut Anggoro, upaya substitusi pencampuran batu bara dan biomassa ini memang masih memiliki tantangan besar. Pasalnya, bahan baku biomassa yang melimpah di Indonesia tidak mudah digunakan begitu saja.
"Indonesia merupakan negara di khatulistiwa yang banyak hutan tropis dan banyak perusahaan bidang perkayuan yang memiliki bahan sisa dari perusahaan untuk dimanfaatkan sebagai biomassa. Jadi biomassa yang digunakan selama ini bukan dari hutan, tapi dari sisa proses perkayuan seperti sisa kayu gergaji," jelas dia.
Anggoro menambahkan, saat ini pasokan biomassa dengan potensi alternatif masih berada di sekitar wilayah PJB PU Paiton di antaranya seperti Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Lumajang dan Pasuruan dengan total 7 pengepul dan rerata memasok 516 ton per hari.
Sejumlah potensi biomassa yang bisa digunakan seperti sekam padi, cocopeat, wood chip, daun kayuputih dan tanaman Kaliandra.
Baca juga:
Ngabuburit Asik di Pantai Bohai Probolinggo, Hanya Butuh Bayar Parkir
"Total penggunaan biomassa dari serbuk kayu kita saat ini mencapai 35.608,35 ton, dan dengan total green energy yang dibangkitkan yakni 35.986,684 MWh," sebutnya.
Sementara untuk memasok biomassa secara mandiri, PJB berencana untuk mengembangkan tanaman pohon Kaliandra yang pada tahap awal akan ditanam sebanyak 20.000 pohon di lahan kosong sekitar PLTU Paiton.
"Tahun lalu kami melakukan penanaman Kaliandra juga sebanyak 20.000. Lalu penanaman di PLTA di Malang. Jadi ketika proyek ini membuahkan hasil, maka 2 tahun lagi tanaman bisa dipanen untuk dijadikan biomassa," jelas dia.
Anggoro mencontohkan, untuk memasok biomassa 1 unit PLTU di Paiton, setidaknya dibutuhkan sebesar 1,2 juta hektar lahan tanaman Kaliandra per tahunnya. Secara total Paiton 1 dan 2 memiliki kapasitas pembangkit hingga 2x400 MW.
"Untuk memenuhi pasokan biomassa ini, kita perlu menjalin komunikasi dengan Perhutani karena yang punya lahan seluas itu mungkin Perhutani, sehingga ke depan akan terus dijembatani berapa harga kompetitif yang Perhutani memang bisa bergerak masuk ke PLTU," pungkasnya.
Baca juga:
PLN Nusantara Power Gandeng TNI AD, Ini Poin Kerja Sama
Untuk program co-firing atau penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial dalam PLTU batu bara ini, merupakan salah satu upaya mencapai target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) nasional hingga 23 persen pada 2025.
Co-firing PLTU juga merupakan bagian dari upaya PJB dalam mendukung isu strategis dan global untuk memenuhi Paris Agreement dan juga mendukung transformasi PLN pada pilar hijau.
Sejak go-live, co-firing PLU Paiton 1-2 telah berkontribusi terhadap pencapaian EBT sebanyak 7,4 MW tanpa belanja modal atau setara 16,14 juta kWh.