Ponorogo - Pasangan berselingkuh berujung pembongkaran rumah marak terjadi di Ponorogo. Tercatat sudah ada 5 kali kasus bongkar rumah di Bumi Reog.
Pertama pada tanggal 8 Maret 2020 rumah di Desa Pengkol, Kecamatan Kauman. Lalu yang terakhir pada 17 Februari 2022. Kelima rumah yang dirobohkan berlatar belakang orang ketiga.
Lantas, bagaimana pemerhati sosial melihat fenomena seperti ini?
"Kasus awal 2020 lalu kan langsung viral. Hal itu dianggap cara keren, hebat. Yang kemudian jadi rujukan netizen," ujar dosen Tetap Program Pascasarjana INSURI Ponorogo, Wakil Rektor, Dr. Murdianto, Kamis (17/2/2022).
Menurutnya, saat ini masyarakat merujuk pada media sosial (Medsos). Terlebih mereka yang aktif berselancar di dunia maya.
"Hingga pengambilan keputusan akibat perselingkuhan, penyelesaiannya dengan pembongkaran, " kata Murdianto.
Baca Juga: Istri Bongkar Rumah di Ponorogo karena Cemburu, 5 Kali Gagal Mediasi
Baca juga:
Bercerai dengan Istri, Pria di Pamekasan Robohkan Rumah Pakai Alat Berat
Dia menjelaskan, dalam kaidah medsos, modeling viral jadi acuan. Tata kelola literasi digital maupun media dalam memberi kontrol perlu dicerahkan.
"Takutnya jika kemudian dibiarkan, viral terus ditiru perlu diulang dan ditunggu netizen akhirnya dirobohkan saja," papar Murdianto.
Dia mengaku, sebenarnya bisa sebelum pembongkaran sebaiknya ketahanan keluarga dijaga. Terutama soal keterbukaan dan komunikasi. Sekaligus keterlibatan tokoh agama yang dipercaya kedua belah pihak untuk memediasi.
"Tidak dipungkiri ketika tuntunan ekonomi, salah satu keluar never. Komunikasi terbatas lewat alat saja," urainya.
Baca juga:
Ini Rencana Sunarti, Istri yang Bongkar Rumah di Ponorogo karena Cemburu
Diakui atau tidak, lanjutnya, bahwa jika salah satu pihak bekerja di luar negeri, pasangan ini sudah berpisah secara fisik. Saat timbul masalah penyelesaian pun hanya melalui alat komunikasi.
"Seharusnya penyelesaian dilakukan dengan cara bertemu kedua belah pihak bersama mediator," tambahnya.
Dia membeberkan bahwa sengketa fenomen perobohan rumah memerlukan orang yang bisa menengahi. "Kiai yang dipercaya kedua belah pihak sebagai mediator dan konselor," pungkasnya.