Ciawi - Kementerian Pertanian, melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), mengajak para insan pertanian agar peka terhadap perubahan iklim (climate change).
Ajakan itu disampaikan Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi, saat pelatihan penyuluh dan petani, Adaptasi dan Mitigasi Pertanian Terhadap Perubahan Iklim, Rabu (23/2/2022).
Pelatihan sejuta petani yang diselenggarakan, 23-25 Februari 2022, menggunakan metode pelatihan secara blended learning online dan offline serta tersebar di seluruh indonesia.
"Kita akan dan sedang terus berlanjut didera Climate Change atau perubahan iklim. Perubahan iklim adalah adanya variabel iklim yang berubah. Salah satu contoh perubahan iklim di antaranya permukaan bumi suhunya semakin panas," katanya.
Menurutnya, data menunjukan dalam jangka waktu 1 abad ini peningkatan suhu permukaan bumi semakin meningkat. Bumi semakin panas sangat berpengaruh pada isi bumi, khususnya sektor pertanian.
"Akibat suhu semakin panas, maka proses fotosintesis terganggu. Proses respirasi terganggu, proses anabolisme akan menurun sehingga fotosintesis akan berkurang maka produktivitas menurun," jelasnya.
Dijelaskannya, kenaikan suhu 5 derajat celcius saja dapat memporak-porandakan produksi pertanian. Dampak perubahan iklim luar biasa, bukan hanya mengganggu sistem produksi, akan tetapi secara tidak langsung berdampak pada curah hujan yang tidak terprediksi, fenomena alam El-Nino, badai La-Nina serta serangan hama. Akibatnya kita bisa gagal tanam hingga gagal panen, distribusi hingga pemasaran.
"Kami harap poktan, gapoktan, P4S, Petani Milenial, Petani Andalan peka terhadap climate change. kita harus meneliti, memahami dan peka terhadap perubahan iklim yang semakin massif," tegasnya.
Baca juga:
Panen Raya Padi di Situbondo, Pj Gubernur Dorong Peningkatan Benih Varietas Unggul
Pertanian, lanjut Dedi, bisa melalui ini asalkan bisa mengantisipasi dampak perubahan iklim, antisipasi kebanjiran, antisipasi kemarau panjang, antisipasi hama, antisipasi naiknya permukaan air laut. Sehingga lahan pertanian yang ada di pesisir harus meminimalisir naiknya permukaan air laut.
"Untuk melakukan antisipasi terhadap perubahan iklim, kita harus beradaptasi terhadap perubahan iklim, adaptasi terhadap kekeringan atau kemarau panjang, adaptasi terhadap kebanjiran, adaptasi terhadap kenaikan permukaan air laut, adaptasi hama dan penyakit dengan cara mengembangkan dan implementasikan varietas unggulan dan tahan terhadap perubahan iklim," urainya.
Dedi menambahkan, pertanian harus menerapkan inovasi dan teknologi yang efisien. Kurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan intensitas karbon rendah, lakukan mitigasi dan pencegahan dampak perubahan iklim.
Cara mengurangi efek gas rumah kaca di antaranya yaitu menggunakan varietas unggulan yang mengeluarkan emisi gas rumah kaca yang rendah. Selain itu, intermittent irrigation atau pengairan lahan berimbang, pemupukan berimbang yaitu meningkatkan efisiensi pemupukan dan pemanfaatan pupuk guna mengurangi dampak emisi gas rumah kaca.
Baca juga:
Kementan Gelontor Bantuan Dorong Produktivitas Lahan Tadah Hujan di Lamongan
"Solusi climate change ini adalah climate smart Agriculture yaitu pertanian cerdas iklim atau pertanian yang sesuai dengan kondisi iklim. Di dalam climate smart agriculture, ada inovasi teknologi rendah karbon. Rendah emisi karbon dan rendah emisi gas dengan cara gunakan varietas unggulan, gunakan sistem pengairan terpadu, gunakan pemupukan berimbang, gunakan pestisida nabati," ujarnya.
Sebelumnya Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan dalam kondisi apapun pertanian tidak boleh berhenti.
"Produksi pangan tidak boleh terganggu perubahan iklim, maka dari itu kementan harap insan tani terus berjuang antisipasi dan adaptasi serta mitigasi terhadap dampak perubahan iklim," katanya.
Menurutnya, pelatihan ini bertujuan agar SDM pertanian dapat adaptif dengan perubahan iklim sehingga produktivitas terjaga.
URL : https://jatimnow.com/baca-42006-insan-pertanian-harus-peka-dengan-climate-change