Pixel Codejatimnow.com

Kisah Sukses Hajir Pilih Jadi Peternak Sapi Ketimbang Daftar PNS

Editor : Zaki Zubaidi  Reporter : Zainul Fajar
Muhammad Hajir bersama dengan belasan sapi perah miliknya (Foto: Zainul Fajar/jatimnow.com)
Muhammad Hajir bersama dengan belasan sapi perah miliknya (Foto: Zainul Fajar/jatimnow.com)

Sidoarjo - Beternak sapi bisa menjadi pilihan mencari nafkah. Memang butuh kesabaran dan ketekunan menekuni bidang pekerjaan ini. Namun sekarang banyak orang yang siap menjadi mentor dan mengajari cara merawat dan membesarkan sapi. 

Hal ini dialami oleh Muhammad Hajir. Ia seorang lulusan sarjana sosial yang lebih memilih berprofesi menjadi peternak sapi perah dari pada mendaftarkan diri sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

Pria paruh baya yang lulus kuliah di tahun 1993 ini, mendedikasikan hidupnya untuk bekerja sekaligus mempelajari cara berternak sapi sedari remaja.

Perjalanan Cak Hajir (sapaan akrab Muhammad Hajir) berawal dari mengikuti jejak paman tertuanya yang berprofesi sebagai peternak sapi potong.

Masa remajanya dihabiskan untuk bekerja di peternakan milik pamannya tersebut. Mulai belajar bagaimana merawat sapi, mencari makan untuk sapi, memilihkan makanan pendukung untuk sapi, dan cara menjual sapi ke orang-orang di pasar.

Darah peternak sapi di keluarga ayahnya memang melekat di dirinya. Ketika masa mudanya dulu memang lebih sering mengikuti paman serta ayahnya di pasar dan peternakan hewan, ketimbang bermain bersama dengan anak usia remaja saat itu.

Cak Hajir membiayai sekolah hingga kuliah di perguruan tinggi swasta di Surabaya dengan uang hasil jerih payahnya bekerja di peternakan pamannya.

Seperti kebanyakan lulusan sarjana pada umumnya, dengan predikat sarjana sosial ia sempat ditawari teman seangkatan kuliahnya untuk mendaftarkan diri menjadi PNS di beberapa instansi.

"Zaman 90-an memang ndak sesulit sekarang untuk daftar jadi PNS. Namun ayah saya mengingatkan untuk tetap melanjutkan profesinya sebagai blantik sapi. Saya mengiyakan dan saya tekuni kembali terjun ke pasar dan peternakan sapi. Saat itu memang banyak yang mengatakan ‘sarjana kok jadi blantik, kesempatan jadi PNS kan banyak’. Omongan seperti itu buanyak sekali saya terima,” papar Cak Hajir.

Peternakan milik pamannya pun mengalami kebangkrutan di awal tahun 2000-an.

Baca juga:
Kuliner Ceker Setan untuk Berbuka Puasa di Ponorogo, Penyuka Pedas Pasti Suka

"Setelah usaha peternakan paman mengalami kebangkrutan. Saya sempat bingung, tapi ada salah satu teman menawarkan ke saya untuk memakai bedak atau lahan miliknya di Pasar Sepanjang agar saya dapat berjualan. Saya langsung mengiyakan walaupun ndak tahu harus berjualan apa. Nah karena saya dasarnya dari sapi, akhirnya usahanya juga ndak jauh-jauh dari sapi yakni saya jualan daging sapi untuk olahan bakso di pasar,” terangnya.

Usaha dagang di pasar ia lakoni bersama dengan istri sembari menjalani dan melakoni usaha lainnya seperti jual-beli kulit sapi dan jagal serta blantik sapi. Ia mengatakan bahwa ia bersama istri sama-sama saling mendukung.

Saat istrinya berjualan di pasar, maka ia yang bertugas mencari usaha sampingan menjadi blantik atau jagal sapi. Usaha itu terus digelutinya hingga akhir tahun 2012-an. Ia memutuskan berhenti untuk tidak berjualan lagi di pasar karena ada masalah.

Di awal tahun 2013, ia mendapat hibah sapi perah dari salah satu partai politik. Mendapat kesempatan itu, tidak ia sia-siakan dan memanfaatkan betul sapi perah tersebut dengan semaksimal mungkin. Ia mulai memerah sapi dan menjajakan hasil susunya ke tetangga sekitar.

"Saya masih ingat betul, saat itu awal saya menjajakan susu sapi milik saya sendiri, saya membonceng anak pertama saya untuk berkeliling. Niat saya waktu itu hanya ingin keluarga saya lebih berkah dari usaha sendiri. Banyak sindiran dan anggapan miring kepada saya tapi ndak saya hiraukan, saya fokus untuk mbangun usaha ini demi keluarga,” ujarnya.

Baca juga:
Resep Kolak Ubi Ungu yang Manis, Segar dan Praktis untuk Menu Takjil

Cak Hajir mengatakan dari 2 sapi perah yang dihibahkan kepadanya, ia berhasil memerah sedikitnya 27 liter susu sapi murni setiap hari. Pada tahun 2013-an harga susu sapi murni per liter masih dijual seharga Rp7.000, hingga sekarang harganya Rp11.000 per liter. Harga susu sapi murni pernah menembus Rp13.000 per liter sewaktu pertengahan pandemi tahun 2020.

Dari awal 2 ekor sapi berkembang sampai belasan. Hingga sekarang ia mempunyai sekitar 20 ekor sapi perah, beserta anakan dan bisa mempekerjakan 2 karyawan. Tak hanya itu, Cak Hajir sekarang mulai berproses mengembangbiakkan sapi perah di peternakan miliknya.

Dari peternakan sapi perah miliknya, saat ini ia bisa menghasilkan 100 liter per hari untuk dijual kepada pembeli serta agen-agen penjual STMJ yang ada di daerah Sepanjang. Bahkan sering ada permintaan susu sapi yang tidak bisa ia penuhi.

Saat ini Cak Hajir dapat meraup keuntungan hingga 1 juta per hari.

"Memang semua butuh proses, teman saya juga banyak yang jadi pegawai atau PNS. Yang terpenting diniatkan untuk keluarga dan keberkahan hidup untuk keluarga," tutupnya.