Pixel Codejatimnow.com

Ramadan Now

Sarung Tenun Ikat Goyor Produksi Jombang Tembus Pasar Timur Tengah

Editor : Sofyan Cahyono  Reporter : Elok Aprianto
Sarung tenun ikat goyor buatan warga Desa Plumbongambang, Kecamatan Gudo, Jombang.(Foto: Elok Aprianto)
Sarung tenun ikat goyor buatan warga Desa Plumbongambang, Kecamatan Gudo, Jombang.(Foto: Elok Aprianto)

Jombang - Sejumlah warga Dusun Plumbongambang, Desa Plumbongambang, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, terus mempertahankan kerajinan sarung tenun ikat goyor. Sekalipun harus bersaing dengan sarung tenun hasil pabrikan. Seperti dilakukan Sugeng Riyadi. Pria 50 tahun itu tetap bertahan memproduksi secara tradisional mengunakan alat tenun bukan mesin (ATBM).

Selama pandemi Covid-19, Sugeng tetap memproduksi sarung tenun. Hanya saja prosesnya dialihkan dari rumahnya ke rumah masing-masing pekerja. Hal itu guna mematuhi penerapan protokol kesehatan.

Menurut Sugeng, pandemi Covid-19 tidak terlalu berdampak terhadap pasar sarung tenun ikat goyor. Namun justru sebelum Ramadan tahun ini, usaha yang digeluti sejak lama ini agak sedikit lesu.

“Akhir-akhir ini sejak peristiwa Rusia pecah itu, pasar agak seret uangnya. Sebelum itu, satu minggu sekali keuangannya lancar,” ungkap Sugeng di rumahnya, Rabu (6/5/2022).

Dalam seminggu, 25 karyawannya mampu menghasilkan 50 potong sarung tenun ikat goyor. Jumlah tersebut di bawah target sebanyak 100 potong per minggu. Bahkan sebelum pandemi, jumlah produksinya bisa lebih banyak.

Saat ini, Sugeng kesulitan mendapatkan bahan baku setelah terdampak situasi global. Satu lagi kendala yang dihadapi adalah persoalan tenaga kerja.

“Tenaga kerjanya kalau melatih baru itu lama dan belum tentu jadi. Kendala lain bahan baku. Karena ini bahan baku dari Cina. Bahan baku naik harganya sampai 100 persen. Jika sebelumnya Rp55 ribu, sekarang Rp750 ribu,” paparnya.

Produksi sarung tenun yang menggunakan alat manual di Jombang.(Foto: Elok Aprianto)Produksi sarung tenun yang menggunakan alat manual di Jombang.(Foto: Elok Aprianto)

Baca juga:
Kuliner Ceker Setan untuk Berbuka Puasa di Ponorogo, Penyuka Pedas Pasti Suka

Saat ditanya mengapa tidak mengambil bahan baku dari dalam negeri, ia mengaku memang bahan dari dalam negeri lebih murah harganya. Namun kualitasnya buruk.

“Bahan bakunya mudah putus dan pendek. Sedangkan bahan baku dari luar, kulaitasnya bagus. Tapi memang harganya selisih,” ucapnya.

Bahan baku sarung tenun ikat goyor menggunakan kapas. Selanjutnya, kapas dijadikan benang. Jika sudah dalam bentuk benang, diwarnai sesuai dengan desain sarung yang akan ditenun.

Ketika disinggung apa yang menjadi pembeda sarung tenun ikat goyor dengan sarung tenun pada umumnya, Sugeng menjelaskan bahwa sarung tenun ikat goyor jika dipakai sangat nayaman. Selain itu, kain sarung tenun juga mampu beradaptasi dengan cuaca.

Baca juga:
Resep Kolak Ubi Ungu yang Manis, Segar dan Praktis untuk Menu Takjil

“Rasanya itu, kalau musim panas itu rasanya dingin. Kalau musim dingin itu hangat. Ini sarungnya menyesuaikan. Kalau orang memakai itu nyaman, nggak berkeringat,” bebernya.

Kemudian untuk perawatan sarung tenun yang dibandrol seharga Rp500 ribu per potong ini sangat mudah dan tidak ribet.

“Ini tanpa setrika bisa. Dan kalau nyuci itu sangat sederhana. Dicuci terus dikenankan angin, setelah itu bisa langsung dipakai,” ujarnya.

Sarung tenun ikat goyor buatan Sugeng tak hanya dipasarkan di dalam negeri. Tapi juga menembus pasar luar negeri. “Ini Timur Tengah, selain itu juga Indonesia. Daerah Kalimantan juga. Biasanya yang khusus Indonesia itu mintanya yang merek tebuireng. Ya kalau omzetnya sekitar Rp50 jutaan,” pungkasnya.