Lamongan - Raut wajah sumpek tak dapat disembunyikan Tardi (56), sopir becak motor (Bentor) di kawasan Terminal Lamongan. Penyebabnya, wacana pembelian BBM yang kini diwajibkan melakui aplikasi MyPertamina.
Dirinya pun mengaku terpukul dan tidak tahu terkait masa depan pekerjaan sebagai sopir Bentor yang sudah dilakoninya selama puluhan tahun itu.
"Wis (sudah) susah tambah susah, apalagi kita-kita ini gagap teknogi. Ditambah umur yang sudah tidak muda lagi," ungkapnya, Rabu (29/6/2022).
Bapak 2 anak tersebut terus-terusan mengeluh apalagi biasanya dirinya yang mengantar penumpang ke kawasan yang jauh seperti, Kecamatan Paciran, Kalitengah, Deket, bahkan Sambeng, itu mengharuskan beli BBM di SPBU.
"Nggak tahu, pusing aku. Telepon genggam juga jadul, masa bisa buat gitu-gituan," keluhnya.
Kebijakan mendadak itu pastinya bakal memukul para pekerja angkutan umum di sektor bawah, seperti Bentor, angkutan umum dan bus antarkota.
Baca juga:
Disambati Nelayan Lamongan soal Pasokan BBM, Ini Tanggapan Khofifah
"Pertamax gitu gak papa, lah kok Pertalite, gimana ini nasib keluarga saya," ujarnya.
Meski tergolong pekerja dengan tingkat kebutuhan BBM yang tinggi, Tardi mengaku belum tahu terkait aturan tersebut.
Ia berharap agar para pemangku kepentingan bisa bersikap bijak dan melihat nasib pekerja seperti dirinya.
Baca juga:
PLN NP Raih Penghargaan Kementerian Kelautan dan Perikanan Gegara Bisnis Ini
"Resah pol. Apalagi gak ada sosialisai dan sangat mendadak," gerutunya sambil mengusap keringat yang mengucur di keningnya.
Seperti diketahui, kebijakan aturan pembelian BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar itu kini diharuskan melalui aplikasi MyPertamina. Kebijakan tersebut dikabarkan akan diberlakukan bertahap mulai dari 11 daerah dari 5 provinsi di Indonesia pada 1 Juli 2022 mendatang.