Pixel Code jatimnow.com

Dosen Unisla Tabrak Atribut Demo Siap Terima Konsekuensi

Editor : Zaki Zubaidi   Reporter : Adyad Ammy Iffansah
Husen, dosen Unisla seusai memenuhi panggilan pihak rektorat. (Foto: Adyad Ammy Iffansah/jatimnow.com)
Husen, dosen Unisla seusai memenuhi panggilan pihak rektorat. (Foto: Adyad Ammy Iffansah/jatimnow.com)

Lamongan - Husen, dosen Universitas Islam Lamongan (Unisla) akhirnya memenuhi panggilan pihak rektorat untuk menjelaskan motif penabrakan atribut demo mahasiswa pada Jumat (15/7/2022) lalu. Video peristiwa itu sempat memicu polemik dan konflik di tubuh civitas Unisla.

Husen pun mengakui penabrakan atribut didasari spontanitas karena pendemo bertindak berlebihan dalam menyampikan aspirasinya.

"Apa yang saya lakukan semata sebagai bagian dari warga Unisla. Waktu itu pendemo menghalangi jalan, sedangkan saya sendiri mau parkir di belakang kampus," ungkap Husen kepada wartawan, Selasa (19/7/2022).

Dia mengungkapkan, maksud penabrakan tidak ada unsur mengganggu jalannya aksi. Atribut karangan bunga dan kursi diletakan di jalan utama masuk kampus, katanya, sengaja ditabraknya untuk membuka akses jalan bagi civitas untuk masuk kampus.

"Kalau emosi atau spontanitas reaksi itu memang iya, karena saya mau melakukan aktivitas, karena ada kegiatan, saya tidak bisa lewat, ya spontan melakukan itu saja. Tidak ada motif yang lainnya," ujarnya.

Baca juga:
Hadapi Ekonomi Global: Peran Enterpreneur di FEB Unisla Siapkan Generasi Tangguh

Husen mengaku siap menerima konsekuensi, sebagai tanggung jawab atas isu yang berkembang di balik penabrakan yang telah dilakukannya.

"Apapun yang rektor putuskan, saya sebagai civitas akan menerima itu. Jika dalam perilaku saya itu, kode etik aturan sebagai civitas, saya siap menerima apapun itu (sanksinya)," ujarnya.

Sementara itu, Rektor Unisla, Bambang Eko Muljono bakal memproses dan melakukan pendalaman terkait aksi tersebut.

Baca juga:
FEB Unisla Gelar Yudisium 468 Lulusan, Hasilkan Puluhan Jurnal hingga Prosiding

"Sanksi Itu setelah pendalaman, karena kalau bicara sanksi ada komite etik, bukan rektor. Jadi rektor menunggu rekomendasi komite etik. Secara substansi belum mengarah ke pelanggaran berat," pungkasnya.