Pixel Code jatimnow.com

Kasus Tewasnya Brigadir J, Jokowi: Usut Tuntas, Jangan Ragu

Editor : Sofyan Cahyono  
Presiden Jokowi didampingi Seskab Pramono Anung memberikan keterangan pers usai meresmikan Terminal Kijing, Mempawah, Kalbar, Selasa (09/08/2022).(Foto: Humas Setkab/Fitri)
Presiden Jokowi didampingi Seskab Pramono Anung memberikan keterangan pers usai meresmikan Terminal Kijing, Mempawah, Kalbar, Selasa (09/08/2022).(Foto: Humas Setkab/Fitri)

jatimnow.com - Kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J turut mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan, presiden meminta aparat mengusut tuntas kasus tersebut tanpa ada keraguan untuk mengungkapkan kebenaran.

“Sejak awal saya sampaikan, usut tuntas, jangan ragu-ragu, jangan ada yang ditutup-tutupi, ungkap kebenaran apa adanya,” tegas Jokowi dikutip dari situs resmi Setkab, Rabu (10/08/2022).

Jokowi menegaskan jangan sampai kasus tersebut menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Citra Polri harus terus dijaga.

Baca juga:
Kaesang Dicurhati Warga Kota Malang: Minta Sertifikat Rumah hingga Pekerjaan

“Jangan sampai menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Itu yang paling penting. Citra Polri apapun harus tetap kami jaga,” imbuhnya.

Sebelumnya saat ditemui wartawan, Senin (08/08/2022), Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan bahwa Presiden Jokowi telah memerintahkan jajaran terkait untuk mengusut kasus tewasnya Brigadir J secara tuntas.

Baca juga:
Presiden Jokowi Resmikan Flyover Juanda Besok, Simak Jalur Alternatif

“Presiden sudah tiga kali menyampaikan dan penyampaiannya sudah sangat terbuka, jangan ada yang ditutup-tutupi, buka apa adanya. Itu kan arahan presiden. Presiden sebetulnya mengharapkan untuk ini agar bisa terselesaikan, supaya citra Polri tidak babak belur,” ujar Pramono.

PDIP Minta Pemerintah Untuk Tidak Mengobral Gelar Pahlawan
Politik

PDIP Minta Pemerintah Untuk Tidak Mengobral Gelar Pahlawan

PDIP mendengar dan menerima banyak masukan krusial dari civil society dan kalangan akademisi (perguruan tinggi). Masukan tersebut berpusat pada catatan kelam sejarah, khususnya terkait dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa lalu.