Pixel Code jatimnow.com

Tolak Kenaikan Harga BBM, Begini Penjelasan Ketua MTI Jatim

Editor : Sofyan Cahyono   Reporter : Adyad Ammy Iffansah
Ketua MTI Jatim Bambang Haryo Soekartono.(Foto: MTI Jatim for jatimnow.com)
Ketua MTI Jatim Bambang Haryo Soekartono.(Foto: MTI Jatim for jatimnow.com)

Lamongan - Rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menuai polemik di masyarakat. Pihak himpunan Masyarakat Transportasi (MTI) Jawa Timur (Jatim) pun menyayangkannya. Bahkan dianggap sebagai keteledoran pemerintah dalam mengambil kebijakan yang dapat berdampak besar terhadap sejumlah sektor.

"Harga minyak mentah dunia turun tajam yang awalnya US$120 menjadi US$90 per barel di pertengahan Agustus 2022. Namun malah mengambil kebijakan menaikan BBM, yang diikuti dengan kelangkaan BBM," ujar Ketua MTI Jatim Bambang Haryo Soekartono, Rabu (31/8/2022).

Ia menduga pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani hanya alibi. Adapun Sri Mulyani menyatakan bahwa BBM bersubsidi akan habis di akhir September dikarenakan terjadi peningkatan konsumsi BBM subsidi.

"Pemerintah seharusnya paham bahwa penggunaan BBM di 2022 mestinya ada peningkatan sebesar 50 persen dalam kurun waktu 10 tahun dari 2012 ke 2022. Dikarenakan setiap tahun terjadi pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen. Ini akan berakibat terjadi peningkatan penggunaan transportasi publik darat, laut, kerta api, logistik, transportasi pribadi serta peningkatan pertanian, nelayan, perkebunan dan Industri transportasi untuk industri kecil dan besar," urai mantan anggota DPR RI 2014-2019 itu.

Bambang Haryo heran dengan kondisi BBM saat ini. Padahal dari data yang diperolehnya, kuota BBM subsidi pada 2012 untuk premium sudah sebesar 24,3 juta kiloliter, solar 14,9 juta kiloliter dengan besaran total subsidi Rp211 triliun. Dibanding 2022, subsidi pertalite hanya 23 juta kiloliter. Bila ada pertumbuhan ekonomi 50 persen, harusnya saat ini kuotanya berkisar 36 juta kiloliter.

Baca juga:
Disambati Nelayan Lamongan soal Pasokan BBM, Ini Tanggapan Khofifah

Demikian juga solar, saat ini kuotanya hanya 14,9 juta kiloliter. Seharusnya 21,9 juta kiloliter dan subsidi di 2022 malah menurun hanya sebesar Rp208 triliun.

"Di sini jelas bahwa kuota subsidi tahun ini dikurangi pemerintah. Sehingga tentunya kuota BBM tidak akan mencapai sampai akhir tahun. Ini tentu akan sangat merugikan masyarakat," terangnya.

Baca juga:
PLN NP Raih Penghargaan Kementerian Kelautan dan Perikanan Gegara Bisnis Ini

Lebih lanjut, Bambang menuding Pertamina sebagai dalang di balik skema naiknya harga BBM. Data yang dipaparkannya menunjukan solar nonsubsidi (diesel) harga jual di Indonesia berada di urutan 70 kemahalannya dari 190 negara. Padahal Indonesia masuk negara penghasil minyak ke-3 di Asia.

"Saya menolak rencana itu. Tetapi bila kondisi anggaran APBN terbatas, maka pemerintah saat ini tidak perlu menaikkan harga BBM bersubsidi. Tetapi mengalihkan sisa kuota BBM subsidi fokus untuk transportasi publik dan logistik baik massal dan tidak massal. Terutama di transportasi laut, karena jargon Bapak Jokowi adalah Maritim. Termasuk nelayan dan petani menjadi prioritas BBM subsidi serta kebutuhan UMKM (industri kecil) agar perekonomian masyarakat tidak terpengaruh," pungkas Bambang.