Pixel Codejatimnow.com

Konferensi AAUF di Unida Gontor Bahas 3 Poin Kerjasama Antar Negara

 Reporter : Erwin Yohanes Mita Kusuma
Delegasi AAUF berfoto bersama di Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor.
Delegasi AAUF berfoto bersama di Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor.

jatimnow.com - Konferensi International Afro-Asian University Forum (AAUF) yang digelar di Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor, Minggu hingga Senin (22-23/7/2018), diikuti oleh 15 negara.

Perwakilan negara tersebut antara lain Pakistan, Sudan, Maladewa, Brunei Darussalam, Chad, Tarthaztan, Uganda, Aljazair, Yordania, Tunisia, Bangladesh, Sri Lanka, Thailand, Malaysia, dan Mesir.

Pembukaan AAUF langsung dilakukan oleh Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, Minggu (22/7/2018).

"Saat ini pembahasannya tentang pendidikan. Peran universitas di negara Asia dan Afrika. Mengenai masalah pembangunan dan peradaban," terang Menlu, Retno.

Menurutnya, pada AAUF akan ada 3 poin yang dibahas, yakni pendidikan, demokrasi dan terakhir masalah ekonomi.

Ia menjelaskan, poin pertama tentang pendidikan itu paling penting. Apalagi terkait perdamaian dan toleransi. Sementara, masalah demokrasi terkait pemerintah yang bijak.

Baca juga:
Hotel Tempat Resepsi Pernikahan UAS di Gontor Habis Dipesan Tamu Undangan

Terakhir, masalah ekonomi. Hal itu yang pokok, agar Indonesia bisa berkompetisi dengan negara lain.

“Saya kira Gontor ini sebagai salah satu contoh kemandirian yang dibangun, tak lupa kita pun juga harus mendukung Palestina terutama dalam bidang pendidikan,” imbuhnya.

Sementara itu, Rektor Universitas Darussalam Gontor Prof Dr KH Amal Fathullah Zarkasyi menambahkan, jika dulu dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) menghasilkan Dasasila Bandung, membahas terkait penjajahan. Sekarang bukan lagi penjajahan secara fisik namun secara akademis dan intelektual.

Baca juga:
UAS Gelar Resepsi Pernikahan di Gontor Ponorogo, Tamu Undangan Dibatasi

“Kita menggugah konferensi Afro-Asia ini untuk membebaskan kita dari penjajahan intelektual, kita harus meningkatkan intelektual research dan teknologi supaya kita bisa sejajar dengan negara lain,” pungkas dia.

Reporter: Mita Kusuma
Editor: Erwin Yohanes