Pixel Code jatimnow.com

Menko PMK Ingatkan BPOM Turut Awasi Obat Sirop Impor

Editor : Rochman Arief   Reporter : Farizal Tito
Menko PMK Muhadjir Effendy. (foto: Fahrizal Tito/jatimnow.com)
Menko PMK Muhadjir Effendy. (foto: Fahrizal Tito/jatimnow.com)

jatimnow.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy meminta Badan Pengawas obat dan makanan (BPOM) terlibat dalam pengawasan obat-obatan impor.

Permintaan ini disampaikan di sela wisuda Universitas Muhammadiyah di Dyandra Convention Center, Sabtu (29/10/2022). Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 2016-2019 berharap BPOM mengawasi bahan baku sirop impor yang menyebabkan gagal ginjal akut pada anak.

“BPOM perlu dilibatkan dalam pengawasan obat bahan baku impor untuk obat obatan dan makanan. Jadi tidak bisa hanya Kementerian Perdagangan saja,” kata Muhadjir Effendy.

Menurutnya, BPOM perlu melakukan uji petik setiap produksi dari pabrik per batch. Sehingga tidak hanya menyetujui dalam sekali uji. Karena di setiap batch bisa jadi menggunakan bahan baku yang berbeda.

Untuk saat ini, pencegahan dilakukan sesuai instruksi presiden dengan segera menarik dan menghentikan peredaran sirup, yang diduga terbukti menyebabkan gangguan ginjal akut pada anak.

Baca juga:
Panen Jagung di Ponorogo, Menko PMK Muhadjir Disambati Harga Anjlok

“Ada rapat kabinet terbatas, dan arahan agar obat, terutama sirop, yang di dalamnya mengandung empat bahan penolong harus ditarik semua. Tidak boleh diedarkan. Kemudian untuk yang tidak mengandung tiga sampai empat bahan penolong harus diumumkan di masyarakat,” lanjutnya.

Presiden,lanjutnya, memberikan arahan pencegahan obat yang mengandung cemaran. Harapannya agar masyarakat mengetahui secara persis obat apa saja yang dilarang.

Baca juga:
Pj Gubernur Jatim Tinjau Pelabuhan Jangkar Situbondo, Pastikan Arus Mudik Lancar

Dan proses produksi obat yang ditemukan cemaran bahan pelarut di atas ambang batas, seperti masalah etilen glikol (EG) dietilen glikol (DEG), dietilen glikol butil eter, dan bahan berbahaya lain, harus dihentikan produksinya.

“Tidak semua obat mengandung cemaran, hanya batch tertentu atau rombongan produksi tertentu itu saja yang dihentikan. Untuk yang lain bisa jadi batch sebelumnya atau sesudahnya sudah aman,” ungkapnya.