Pixel Codejatimnow.com

Cerita Pertarungan Raden Panji Melawan Sumolewo dan Terbentuknya Nama Kepanjen

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Achmad Titan
Komplek makam Raden Panji Pulang Jiwo di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan, Kabupaten Malang, Jalan Penarukan 1 Kepanjen (Foto: Ardian Dimas for jatimnow.com)
Komplek makam Raden Panji Pulang Jiwo di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan, Kabupaten Malang, Jalan Penarukan 1 Kepanjen (Foto: Ardian Dimas for jatimnow.com)

jatimnow.com - Kecamatan Kepanjen dikenal sebagai ibu kota Kabupaten Malang. Nama Kepanjen disebut erat kaitannya dengan sejarah Raden Panji Pulang Jiwo.

Makam Raden Panji Pulang Jiwo berlokasi di lingkungan Kantor Dinas Pendidikan, Kabupaten Malang, Jalan Penarukan 1 Kepanjen.

Juru Kunci Makam Raden Panji, Suwarno menyebut, Kepanjen merupakan nama yang diberikan Raden Panji.

Menurut Suwarno, Raden Panji merupakan seorang ksatria sakti asal Sumenep, Madura. Dia datang ke Malang pada masa Kerajaan Sengguruh, atau yang dikenal dengan nama Kadipaten Malang.

"Raden Panji Pulang Jiwo, tidak mau adanya keributan. Dia pergi ke Malang untuk mencari situasi yang aman dan menenangkan diri. Raden Panji ini orangnya tidak suka ada pertengkaran. Hidupnya ingin selalu damai," tutur Mbah No-sapaan pria 67 tahun itu, Sabtu (3/12/2022).

Setelah lama di tinggal di Malang, Raden Panji akhirnya bertemu dengan seorang wanita cantik bernama Putri Probo Retno.

Dia adalah putri dari Kadipaten Malang. Raden Panji tertarik dan ingin mempersuntingnya. Putri Probo Retno bersedia, asalkan Raden Panji bisa mengalahkan Sumolewo, yang diakui sebagai calon suaminya.

Pertarungan antara Raden Panji dengan Sumolewo pun terjadi. Sumolewo kalah dan mati. Jenazahnya lantas di makamkan di daerah Japanan.

Setelah Raden Panji mengalahkan Sumolewo, Putri Probo Retno tidak langsung menepati janjinya. Tetapi masih beralasan akan melakukan Tapa Brata terlebih dahulu di sebuah gua di Buring, yang konon berada di Kecamatan Kedungkandang, Kabupaten Malang.

Tak lama kemudian, Raden Panji bisa menjadikan Putri Probo Retno sebagai istrinya. Dari perkawinannya itu, keduanya memiliki seorang anak bernama Raden Panji Saputro atau Panji Wulung.

Untuk merayakan kelahiran anaknya, dibuatlah acara hiburan musik tayub pada saat itu. Saat acara tayub, Raden Panji meminta lagu Gendong Undur-undur. Ketika sedang asyik berjoget di atas panggung, Raden Panji yang berjalan mundur, terperosok masuk ke dalam sumur Windu, yang saat itu dikenal sebagai sumur setan.

Namun Raden Panji tidak mati dan hanya mengalami luka, karena langsung ditolong oleh anak buahnya.

"Karena saat terjatuh menganggap dirinya malang, akhirnya mengatakan kepada Putri Probo Retno, untuk menamakan Kuto Malang (Kota Malang)," jelasnya.

Kemudian Raden Panji menamakan sungai besar yang di Kedungkandang (Jalan Muharto) dengan Kuto Bedah. Yakni sungai yang memisahkan dua wilayah. Sebelah timur sungai dinamakan Buring, dan sebelah barat sungai dinamakan Kuto Malang.

Setelah Kuto Malang dirasa sudah aman, Raden Panji lantas mengajak Putri Probo Retno berjalan ke selatan menyusuri hutan.

Ketika berhenti di wilayah Kepanjen, Raden Panji Pulang Jiwo berpesan kepada istrinya, ketika nanti dirinya meninggal dunia, meminta supaya tempat yang disinggahinya dinamakan Desa Kepanjian, yang saat ini menjadi Kepanjen.

Kemudian di sebelah barat rel kereta api yang kini menjadi Jalan Sultan Agung, dinamakan Sawunggaling.

"Dinamakan Sawunggaling karena saudara Raden Panji Pulang Jiwo, yakni Cakra Ningrat tinggal di wilayah tersebut," ucap Mbah No sembari meneguk kopi.

Sedangkan di sebelah timur rel kereta api, diberi nama Penarukan. Merupakan tempat untuk menaruh barang milik Raden Panji. Dan ke selatan, nama Jalan Panji, karena jalan tersebut dulunya sebagai Jalan Raden Panji Pulang Jiwo ketika menuju Keraton Jenggolo, yang kini menjadi Desa Jenggolo.

"Ketika menuju ke Keraton Jenggolo, Raden Panji Pulang Jiwo selalu menunggangi kuda kesayangannya yang diberi nama Panji Sosro," urainya.

Mbah No menambahkan, di Keraton Jenggolo sering terjadi keributan antara warga sebelah barat dengan timur. Raden Panji yang tidak suka dengan perselisihan meminta agar warga berdamai dan hidup rukun.

Raden Panji menamakan wilayah seberat barat dengan nama Jenggolo, karena dulu masyarakat suka menyebut barang ala (jelek). Sedangkan sebelah timur dinamakan Sengguruh karena masyarakat suka goroh alias berbohong.

Sedangkan di belakang dekat makam Raden Panji, dulunya diberi nama Kauman. Yaitu tempat untuk berkumpulnya kaum atau pengikut Raden Panji. Sekarang ini, tempat tersebut juga dijadikan tempat makam umum warga Kepanjen.

"Raden Panji Pulang Jiwo ini meninggal dunia dunia dalam usia tua dan sakit. Jenazahnya dimakamkan di sini yang dulunya adalah alas belantara," tutup Mbah No.