Pixel Codejatimnow.com

DPRD Libatkan 18 LSM Revisi Perda Perlindungan Anak di Surabaya

Editor : Rochman Arief  Reporter : Ni'am Kurniawan
Ajeng Wira Wati (kanan) saat rapat Pansus di ruang Komisi D DPRD Surabaya (foto: Komisi D for jatimnow.com)
Ajeng Wira Wati (kanan) saat rapat Pansus di ruang Komisi D DPRD Surabaya (foto: Komisi D for jatimnow.com)

jatimnow.com - Pansus perlindungan anak yang dikomandoi Komisi D DPRD Surabaya berupaya mengubah peraturan daerah (perda) penyelenggara perlindungan anak Nomor 6 Tahun 2011 yang diajukan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.

Wakil Ketua Pansus Ajeng Wira Wati mengatakan, pihaknya menargetkan perda bisa rampung tahun ini dengan melibatkan sejumlah lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Baca juga:
CEO Jatim dan Unicef Dorong Pebisnis Sukseskan Vaksinasi Polio, Ini Caranya

Bahkan DPRD Surabaya melibatkan 18 LSM, sebagai mata masyarakat untuk memberikan bantuan hukum kepada kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak.

"Saya sebagai wakil pansus, mengupayakan pembahasan bisa optimal. Di minggu pertama saja sudah empat kali menggelar rapat, di dalamnya melibatkan 18 LSM dan Unicef mengenai child-friendly city initiatives (CFCI),” kata Ajeng, di kantornya, Selasa (10/1/2023).

Dari upaya perubahan perda ini, politisi Gerindra itu menginginkan prestasi Surabaya sebagai Kota Layak Anak (KLA) bisa naik di level satu, yang saat ini masih berada di level dua.

Selain itu, dalam upaya perubahan perda ini, pihaknya juga menginisiasi tentang dibentuknya UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak. Harapannya bisa masuk dalam rangkaian kerja Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Surabaya.

"Dewan anak di Solo dan Surabaya belum ada," imbuh Wakil Ketua Komisi D itu.

Ajeng juga membeberkan, kasus kekerasan kepada anak dan perempuan di Kota Pahlawan seolah tak bisa surut, meski Surabaya mengantongi predikat Kota Layak Anak.

Pada 2020, kasus kekerasan kepada perempuan dan anak dilaporkan sebanyak 116 kasus. Kemudian, pada tahun lalu, pemkot menerima laporan mencapai 138 kasus.

Berdasarkan catatan DP3APPKB Kota Surabaya hingga November 2022 silam, 145 anak dan 31 perempuan terlibat kasus kekerasan. Dari angka itu, jenis kasus kekerasan terbagi menjadi beberapa hal.

Di antaranya, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), non-KDRT, anak berhadapan hukum (ABH), dan trafficking. Non-KDRT paling besar menyedot anak-anak sebagai korban, tepatnya kasus kekerasan seksual. Untuk kasus ini sedikitnya 61 anak terjebak dalam kekerasan seksual.

"Pansus juga ingin mendorong dan memastikan komitmen kota layak dan ramah anak hingga 10 tahun ke depan sesuai kajian CFCI," tegasnya.

Baca juga:
Kids Take Over: Membuka Ruang Partisipasi Berarti bagi Anak dan Remaja