jatimnow.com - 17 saksi dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (19/1/2023).
Dari pantauan, saksi pertama yang dimintai keterangannya adalah seorang anggota polisi yang melaporkan perkara ini melalui Laporan Model A ke kepolisian. Dia adalah anggota Polsek Pakis, Malang, Bripka Eka Narariya.
Dalam kesaksiannya di hadapan Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Eka mengaku ditugaskan berjaga di pintu atau Gate 12, Stadion Kanjuruhan. Bersama dengan 12 anggota Polsek Pakis lainnya, sekitar 10 orang steward dan beberapa anggota TNI.
"Saya bertugas sebagai pengamanan di pintu 12, sesuai surat perintah dari Kapolres Malang. Saya dari Polsek Pakis," tegas Eka saat menjawab pertanyaan JPU di Ruang Cakra PN Surabaya.
Eka menjelaskan bahwa pintu 12 baru dibuka pukul 17.30 atau 18.00 WIB, sebelum pertandingan dimulai. Dia bertugas memeriksa para penonton yang masuk.
"Kami memeriksa barang bawaaanya, bila bawa air di botol kaki pindah ke plastik. Barang yang tidak boleh dibawa masuk, kami tahan atau buang, parfum, flare, senjata tajam. Kami membantu steward saat razia," jelasnya.
Sekitar 10-5 menit sebelum pertandingan barkahir, dia yang tadinya berjaga sempat beristirahat sejenak di kafe yang letaknya tak jauh dari pintu 12. Namun tiba-tiba dia mendapat telepon dari Kapolsek Pakis. Dirinya diminta ke lobi stadion.
"Saya dapat perintah untuk ke loby, dari Kapolsek Pakis, untuk melaksanakan penyekatan barikade antara suporter dengan Official Persebaya untuk meninggalkan stadion. Itu kurang lebih lima menit sebelum babak kedua selesai," ulas Eka.
Menurut dia, saat diminta untuk menuju ke loby, pintu 12 dilihatnya sudah tertutup sebagian. Tak ada petugas steward dan TNI yang berjaga. Padahal tadinya ada.
Baca juga:
Sidang Tragedi Kanjuruhan, Eks Kabag Ops Polres Malang juga Divonis Bebas
Usai dari loby, Eka yang diperintah membuat barikade ternyata memilih kembali ke pintu 12, seorang diri. Sementara rekannya yang lain menjalankan perintah membuat barikade.
"Saya kembali lagi ke pintu semula, saat perjalanan ke pintu 12 itu saya harus melewati pintu 13-14. Sampai di pintu 13 saya lihat kejadian itu," ungkapnya.
"Kemudian saya lihat ada seorang perempuan, terjepit di tengah pintu, saya coba evakuasi. Saya rasa ini kalau nggak ditolong bisa celaka. Aremania (suporter Arema FC) yang atas sudah merangsek mendorong, saya suruh yang dorong mundur dulu. Inisiatif saya mau menolong, dengan masuk lewat pintu 12, ternyata sama," tambah Eka.
Saat proses itu, lanjutnya, ukuran pintu hanya bisa dilewati bersamaan oleh dua orang usia dewasa. Bahkan bila tiga orang pun harus berdesakan.
Ia pun tidak tahu apa penyebab para penonton berdesakan di pintu. Yang ia lihat banyak orang sudah saling dorong dan tindih.
Baca juga:
Sidang Tragedi Kanjuruhan, Kasat Samapta Polres Malang Divonis Bebas
Saat ditanya JPU, Eka mengaku hanya sempat mendengar dua kali letupan. Ia tak tahu itu suara tembakan atau petasan.
"Sebelum ke pintu 13 saya tidak melihat apa yang ada di dalam stadion. Karena diakhir pertandingan ada suara letupan dua kali. Saya nggak paham letupan apa," jelasnya.
Setelah kejadian, korban terus berjatuhan. Eka bersama sejumlah petugas polisi, suporter, TNI dan steward pun melakukan evakuasi.
"Saya tidak tahu waktu itu, maaf. Para korban sudah meninggal atau belum. Yang saya tahu korban dalam kondisi lemas. Saya tidak tahu berapa korbannya. Saat malam itu seratus lebih," pungkasnya.