Pixel Codejatimnow.com

Pasinan, Gundukan Tanah Keramat di Sidoarjo yang Kini Ditinggalkan

Editor : Zaki Zubaidi  Reporter : Zainul Fajar
Gundukan tanah di tengah sawah atau Pasinan. (Foto: Zainul Fajar/jatimnow.com)
Gundukan tanah di tengah sawah atau Pasinan. (Foto: Zainul Fajar/jatimnow.com)

jatimnow.com - Gundukan tanah keramat di tengah sawah yang ada di Desa Jumputrejo, Kecamatan Sukodono, Sidoarjo itu bernama Pasinan.

Dulu, Pasinan adalah tempat berkumpulnya para petani dengan membawa syarat-syarat seperti sesajen, dan tumpeng. Hal itu dilakukan saat akan melakukan masa awal akan menanam padi atau saat menjelang masa panen tiba.

Masyarakat dulu percaya, dengan mengadakan semacam syukuran atau biasa disebut sedekah bumi di Pasinan, maka keberkahan dalam bertani akan lebih makmur, mendapat hasil panen yang melimpah, serta dijauhkan dari berbagai hama.

Uniknya, terkhusus di Sidoarjo, istilah Pasinan atau gumukan tanah di tengah sawah hanya ada di Desa Jumputrejo.

Salah satu warga Jumputrejo, Sihong (65) menceritakan bahwa masyarakat di eranya dulu menganggap bahwa Pasinan adalah tempat para petani mengadakan syukuran.

Baca juga:
Begini Cara RSUD R.T Notopuro Sidoarjo Mengenal Lebih Dekat pada Pasien

"Dulu, sebelum panen dan sebelum tandur. Warga sini syukurannya pasti di sana (Pasinan). Kurang tahu kenapa, dulu hanya ngikuti orang tua," ujar Sihong.

Hampir di seluruh titik sawah yang ada disetiap Dusun di Desa Jumputrejo, tepat di tengah sawah pasti ada gundukan tanah yang dipenuhi tanaman belukar yang menjulang tinggi. Ya, itulah yang dinamakan Pasinan.

Kesan tempat keramat itu semakin muncul seiring dengan cerita masyarakat yang mengatakan bahwa Pasinan juga menjadi salah satu tempat untuk pertapaan orang-orang yang sedang menjalani salah satu lakon tertentu.

Baca juga:
700 Ribu Pemudik Lebaran 2024 Melalui Bandar Udara Juanda Sidoarjo

Bahkan, saat anak-anak bermain di sawah, para petani warga setempat pasti akan menegurnya dan memperingati agar tidak bermain atau sekali-kali masuk ke Pasinan.

"Kalau sekarang, karena warga juga sudah modern. Budaya-budaya syukuran atau sedekah bumi dengan membawa seserahan di Pasinan sudah ditinggalkan," tutup Sihong.