Pixel Codejatimnow.com

Kisah Sopir Angkot di Jombang Kejar Setoran, Sering Utang saat Sepi Penumpang

Editor : Zaki Zubaidi  Reporter : Elok Aprianto
Slamet (70) sopir angkutan umum yang ada di perempatan Jomplangan stasiun. (Foto: Elok Aprianto/jatimnow.com)
Slamet (70) sopir angkutan umum yang ada di perempatan Jomplangan stasiun. (Foto: Elok Aprianto/jatimnow.com)

jatimnow.com - Di tengah perkembangan transportasi umum yang kian modern, angkutan kota (angkot) saat ini kurang diminati oleh masyarakat.

Apalagi saat pandemi Covid-19 kemarin, sempat membuat usaha jasa transportasi ini mati suri. Hal ini membuat para sopir angkot harus memutar otak agar tetap bisa bertahan di bisnis transportasi itu. Mengingat dampak Covid-19 masih mempengaruhi pendapatannya hingga saat ini.

Solikin (56), warga Desa Mojowarno, Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang mengaku sejak covid-19 kemarin, penumpang angkot jurusan Jombang, Pulorejo, Kandangan sangatlah sepi. Kondisi ini mempengaruhi pendapatannya sebagai sopir yang harus setor pada pemilik angkot.

"Iya sepi mas penumpangnya. Sejak Corona itu sepi, sampai sekarang mas. Sehari bisa dapat kadang ya gak dapat sama sekali, buat bensin aja nyari-nyari mas," ungkapnya, Selasa (24/1/2023).

Ia mengaku sejak Covid-19 kemarin, pendapatannya menurun sampai 50 persen.

"Kalau dulu sebelum Corona itu bisa dapat 150 ribu, itu sudah bisa setor 50 ribu mas, kalau sekarang kadang 50 ribu, kadang ya gak dapat mas," katanya.

Bagaimana cara menutupi setoran, kalau dalam sehari tidak dapat penumpang sama sekali? Ia mengaku kalau kondisi sepi, ia harus berusaha mencari utang untuk menutupi setoran.

"Sehari itu harus setor 50 ribu, kalau gak ada ya nyari hutangan, buat setor. Kan kalau hari ini gak dapat, mungkin besoknya dapat," jelasnya.

Solikin (56) sopir angkutan umum Jombang Pulorejo Kandangan (JPK) saat mangkal di depan kantor Dekopinda.(Foto: Elok Aprianto/jatimnow.com)Solikin (56) sopir angkutan umum Jombang Pulorejo Kandangan (JPK) saat mangkal di depan kantor Dekopinda.(Foto: Elok Aprianto/jatimnow.com)

Baca juga:
Angkot di Kota Malang Diperbolehkan Contra Flow, Sopirnya Dapat Subsidi

Ia mengaku terpaksa memilih menjadi sopir angkot lantaran tak ada keterampilan lagi yang bisa diandalkan untuk mengais rezeki.

"Ya sudah tua mas, bisanya nyopir ya bertahan tetap nyopir," ujar pria yang sudah menjadi sopir angkot sejak 2001 itu.

Hal senada juga diungkapkan oleh Slamet (70) warga Kelurahan Jombatan, Kecamatan Jombang. Ia mengatakan sudah sejak tahun 1976 ia menjadi sopir angkot. Namun pada saat Covid-19 kemarin, pendapatannya sebagai sopir terkena dampak.

"Ya sepi sejak Corona kemarin mas. Sehari kadang dapat kadang ya gak dapat sama sekali. Kalau gak dapat uang buat setoran ya ngutang mas," tegasnya.

Ia mengaku untuk ongkos tarif angkot itu beragam. Ada tarif untuk pelajar ada tarif untuk umum. Kalau pelajar lebih murah.

Baca juga:
Ratusan Sopir Angkot Kepung Kota Malang, Demo Tolak Aturan Satu Arah

"Kalau pelajar tarifnya Jombang-Ngoro 4 ribu. Kalau umum Jombang-Ngoro 15 ribu. Kalau pelajar tarifnya Jombang-Kandangan itu 10 ribu, kalau umum 20 ribu," paparnya.

Ia menjelaskan saat ini menjadi sopir angkot harus sabar. Mengingat persaingan dengan jasa transportasi umum lainnya sangat ketat.

"Kalau dulu bus belum ramai, Grab juga gak ada, terus sepur kelinci juga belum ada. Jadi ya angkot masih satu-satunya transportasi umum. Kalau sekarang nyari carter untuk anak sekolah ya sudah kalah sama sepur kelinci. Ya kudu sabar mas mau gimana lagi," pungkasnya.