Pixel Codejatimnow.com

Masjid Jami' Nurul Huda, Jejak Penyebaran Islam di Bojonegoro

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Misbahul Munir
Ukiran kayu jati tua di pintu depan Masjid Jami' Nurul Huda yang berusia 150 tahun (Foto-foto: Misbahul Munir for jatimnow.com)
Ukiran kayu jati tua di pintu depan Masjid Jami' Nurul Huda yang berusia 150 tahun (Foto-foto: Misbahul Munir for jatimnow.com)

jatimnow.com - Masjid Jami' Nurul Huda menjadi salah satu saksi jejak penyebaran Islam di Kabupaten Bojonegoro. Konon, masjid ini merupakan peninggalan seorang prajurit di era Kerajaan Mataram Islam.

Masjid ini berada di Desa Canga'an, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro atau persis di tepi Sungai Bengawan solo. Masjid ini disebut-sebut salah satu yang tertua di Kota Migas, dengan usia diyakini mencapai 3 abad.

Tampak bangunan masjid sudah mengalami banyak perubahan. Dari segi arsitektur, bangunan masjid ini nampak sudah modern dengan lantai keramik dan dinding tembok serta berkubah. Juga terdapat satu menara di sampingnya.

Meski begitu, kesan klasik masih begitu terasa sejak awal memasuki masjid tersebut. Pasalnya di beberapa bagian masjid masih dipertahankan keasliannya, seperti penggunaan daun pintu depan yang masih menggunakan pintu dari kayu jati tua lengkap dengan kusen yang dihias dengan ukiran apik.

Tampak pula bagian atas juga terdapat ukiran yang berlafadzkan kalimat tauhid serta deretan angka arab 1262 Hijriyah yang menandakan tahun renovasi dan aksara Jawa.

Ketua Takmir Masjid Jami' Nurul Huda, Abdul Hakim mengungkapkan, sejak berdiri, masjid ini telah mengalami 5 kali renovasi, sehingga terjadi perubahan bentuk dan arsitektur bangunan.

Penampakan luar Masjid Jami' Nurul Huda di BojonegoroPenampakan luar Masjid Jami' Nurul Huda di Bojonegoro

Meski begitu, beberapa bagian tetap dipertahankan, seperti ukiran di daun pintu masjid depan yang bertuliskan Tahun 1262 hijriyah serta aksara jawa dan kalimat tauhid.

"Ukiran tulisan tersebut tetap dipertahankan sejak renovasi ke tiga (sekitar Tahun 1846 masehi), dan sampai saat ini sudah renovasi kelima masih dipertahankan sebagai ikon masjid," terang Hakim, Sabtu (25/3/2023).

Baca juga:
Syiar Now: Menjadi Muttaqin Setelah Bulan Ramadhan Bersama Gus Syarif Hidayatulloh M. Pd.I, Sidoarjo

Konon, menurut Hakim, berdirinya masjid ini tidak terlepas dari Ki Ageng Wiroyudo, yang diyakini sebagai prajurit Kerajaan Mataram Islam yang lari dari kejaran tentara Belanda.

"Konon ceritanya ada seorang prajurit kerajaan Mataram Islam yang dikejar-kejar Belanda, kemudian membuat rakit atau getek dari pohon pisang menyusuri Bengawan Solo, dan kemudian berhenti atau bersandar di Desa Kabalan," ulas Hakim.

"Setelah setahun menetap akhirnya beliau (Ki Ageng Wiroyudo) ini, membuat surau di Desa Cangaan sebagai tempat ibadah dan menyebarkan agama Islam. Kehadirannya disambut hangat oleh warga setempat saat itu. Dari Surau itulah cikal bakal berdirinya masjid ini," sambungnya.

Menurutnya, ada sejumlah benda peninggalan pada zaman Kerajaan Mataram Islam yang hingga kini masih tersimpan baik di Masjid Jami' Nurul Huda. Seperti bedug masjid peninggalan Ki Ageng Wiroyudo, sebuah peti kayu jati tua yang usianya diperkirakan 342 tahun hingga karpet.

Baca juga:
Antusias Warga Banyuwangi Rela Antri Panjang Demi Uang Baru

Juga ada sebuah benda yang disebut 'bencet' atau alat petunjuk waktu salat pada zaman dahulu, yang masih terawat dan berada di depan samping masjid.

"Dulu karpet dari masjid ini juga pernah digunakan untuk menyambut kedatangan presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno. Di pendopo kabupaten dan sampai saat ini masih ada, tersimpan utuh di ruangan masjid," tambah Hakim.

Sekedar diketahui, Masjid Jami' Nurul Huda mampu menampung 700 jamaah dan masih aktif dipergunakan masyarakat setempat untuk beribadah, serta aktivitas keagamaan lainnya.