Pixel Codejatimnow.com

Polda Jatim Bekuk Produsen Bubuk Petasan yang Dijual Online, Pasok Seluruh Indonesia

Editor : Zaki Zubaidi  Reporter : Elok Aprianto
Kapolda Jatim Irjen Pol Dr. Toni Harmanto dan Wakapolda Jatim Brigjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo saat melakukan pers rilis ungkap peredaran obat petasan. (Foto-foto: Elok Aprianto/jatimnow.com)
Kapolda Jatim Irjen Pol Dr. Toni Harmanto dan Wakapolda Jatim Brigjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo saat melakukan pers rilis ungkap peredaran obat petasan. (Foto-foto: Elok Aprianto/jatimnow.com)

jatimnow.com - Polda Jatim mengungkap peredaran obat petasan yang beredar di wilayah Jawa Timur. Dari hasil ungkap kasus itu, Direskrimum Polda Jatim mengamankan 3 orang tersangka. Mereka berperan sebagai peracik, dan pembuat bubuk petasan.

Dari tangan tiga tersangka, polisi menyita sebanyak 231 Kg bubuk petasan siap edar.

Kapolda Jatim Irjen Pol Dr. Toni Harmanto menjelaskan ungkap kasus peredaran bubuk petasan ini dilakukan oleh Direskrimum Polda Jatim. Berdasarkan dua peristiwa ledakan di Blitar dan Batu Malang.

"Kita terus mengembangkan agar peristiwa ledakan yang terjadi di dua lokasi di Jatim agar tidak terjadi di tempat lain," ungkap Kapolda di lapangan latihan Brimob, Bareng Jombang, pada Senin (27/3/2023)

Atas adanya peristiwa itu, sambung Kapolda, Direskrimum membentuk tim dan berhasil mengungkap peredaran obat petasan yang jumlahnya ratusan kilogram.

"Dari situ kita berhasil mengungkap 231 Kg, bahan peledak mercon. Kalau 1 kilogram itu radiusnya 100 meter, jadi bisa dibayangkan 231 Kilogram ini," jelasnya.

Sementara itu, Direskrimum Polda Jatim Kombes Pol Totok Suharyanto menjelaskan, tiga tersangka yang diamankan ini memiliki peran yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

"Sementara ini yang kita tangkap ada 3. Yang pertama inisial MDP, ini selaku penjual. Kemudian IM, selaku pemodal dan pelaku pembelian bahan mentah. Dan yang ketiga AMR ini selaku karyawan yang meracik atau bekerja," paparnya.

Selain itu, sambung Direskrimum, masih ada dua tersangka lain yang saat ini masih dalam pengejaran petugas.

"Dua tersangka lain berstatus DPO dalam proses pengejaran yakni inisial AB dan JL," katanya.

Baca juga:
Korban Petasan di Babadan Ponorogo Terkenal Pendiam dan Suka Bereksperimen

Dalam menjalankan aksinya, para pelaku ini menjual bubuk petasan dengan cara online.

"Penjualannya ini melalui sistem online. Dengan sebutan bubuk ajaib," ucapnya.

Ia mengaku awal pengungkapan kasus peredaran obat petasan ini berawal dari ungkap kasus serupa dengan barang bukti 2 Kg bubuk petasan.

"Awal pengungkapan ini kita telah menangkap yang dua kilo. Selanjutnya kita kembangkan. Dan yang pertama ditangkap itu di Bantul. Kemudian dikembangkan dua tersangka lain di Sleman," bebernya.

"Barang bukti total ada 231 kilo yang mentah. Kemudian bahan mentah berwarna serbuk putih ada 75 kilo, dan bahan serbuk kuning itu ada 15 kilo. Kemudian juga anti pelembab 2,9 kilo, dan petasan berbagai jenis ada 1141," sambungnya.

Baca juga:
Blarrr! Perakit Petasan di Ponorogo Berdarah-darah Usai Terkena Ledakan

Direskrimum mengatakan bahwa, tersangka beroperasi baru setahun. Dan mereka menjual obat petasan ini ke seluruh wilayah Indonesia termasuk Jawa Timur.

"Mereka beroperasi sejak tahun 2022. Dan khusus di 2023 di Jawa Timur ada sekitar 78 transaksi. Dan ini masih dikembangkan. Namun dari pemeriksaan, dia (tersangka) belinya 150 ribu rupiah per kilogram, kemudian dia jual lagi dengan harga 230 ribu rupiah per kilogram. Dan seluruhnya transaksi melalui online," ujarnya.

Lebih lanjut ia menegaskan bahwa berdasarkan analisis dan pemeriksaan pada tersangka, mereka sengaja membuat obat petasan ini jelang Ramadan dan Lebaran.

"Memang di bulan mendekati Lebaran mereka mulai meracik. Sehingga pasaran khusus 2023 itu, mulai bulan Februari sudah mulai transaksi. Dan 78 transaksi itu khusus di Jatim, dan paling banyak ada di daerah Kediri, Blitar dan Jombang," pungkasnya.

Atas perbuatannya para tersangka dijerat dengan pasal ayat 1 undang-undang darurat 1251, dengan ancaman hukuman mati, seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara.