Pixel Codejatimnow.com

Pengakuan UNESCO atas Reog Ponorogo Terganjal Dua Hal, Begini Penjelasan Menko PMK

Editor : Endang Pergiwati  Reporter : Ahmad Fauzani
Pawai Budaya Reog Ponorogo di Jakarta (Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan for jatimnow.com)
Pawai Budaya Reog Ponorogo di Jakarta (Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan for jatimnow.com)

jatimnow.com - Upaya untuk memperoleh pengakuan dari UNESCO atas Reog Ponorogo sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) akhirnya menemukan titik terang.

Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengungkapkan bahwa berbagai kendala dalam proses ini telah diatasi, termasuk masalah penggunaan bulu burung merak dan kulit harimau dalam pertunjukan Reog.

Menurut Muhadjir Effendy, Pemerintah Kabupaten Ponorogo telah memberikan klarifikasi mengenai dua hal tersebut. Bulu burung merak yang digunakan dalam pertunjukan Reog berasal dari bulu yang secara alami lepas dari peternakan burung merak yang dikelola oleh pemerintah daerah.

Sedangkan kulit kambing menjadi alternatif bagi kulit harimau yang telah diolah sedemikian rupa oleh pengrajin Reog.

"Penggunaan bulu burung merak dan kulit harimau, dua hal ini yang mengganjal," ujar Muhadjir Effendy.

Menurut Muhadjir Effendy, Pemkab Ponorogo telah menjelaskan kepada UNESCO mengenai klarifikasi tersebut. Dokumen pengajuan WBTB Reog Ponorogo telah diserahkan secara simbolis oleh Muhadjir Effendy, sebagai langkah awal dalam proses persidangan yang dijadwalkan akan dilakukan oleh UNESCO pada bulan Desember 2024 mendatang.

Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, menambahkan bahwa dalam upaya untuk menjaga keberlanjutan Reog Ponorogo sebagai budaya yang ramah lingkungan.

Baca juga:
Festival Nasional Reog Ponorogo Hattrick Masuk KEN Kemenparekraf

“Pemerintah daerah saat ini menggunakan kulit sapi atau kambing yang diolah sedemikian rupa agar mirip dengan kulit harimau,” beber Kang Giri, sapaan akrab Sugiri Sancoko, Senin (28/8/2023).

Hal ini sejalan dengan harapan untuk menciptakan Reog yang tidak melibatkan penggunaan binatang. Sugiri Sancoko menjelaskan bahwa penggunaan bulu merak dalam Reog Ponorogo juga didukung oleh kenyataan bahwa bulu-bulu tersebut secara alami rontok setahun sekali

”Sehingga penggunaannya tidak merugikan burung merak itu sendiri,” tegasnya.

Baca juga:
Disbudparpora Ponorogo Yakin Festival Reog Lolos KEN 2024

Dalam rangka mendukung upaya pengusulan Reog Ponorogo sebagai WBTB, Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menginisiasi Pawai Budaya Reog Ponorogo yang bertujuan untuk memeriahkan HUT ke-78 Republik Indonesia serta Gerakan Nasional Revolusi Mental.

Pawai ini juga akan melibatkan berbagai jenis seni budaya lainnya yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO.

Dengan usaha gigih pemerintah dan melalui upaya menjawab berbagai tantangan, Reog Ponorogo terus bergerak menuju pengakuan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda dunia, yang akan menjadi kebanggaan bagi masyarakat Ponorogo dan Indonesia secara keseluruhan.