Pixel Code jatimnow.com

Setubuhi Tetangga yang Masih SMP, Warga Ponorogo Diringkus Polisi

Editor : Zaki Zubaidi   Reporter : Ahmad Fauzani
Tersangka diamankan Polres Ponorogo. (Foto: Ahmad Fauzani/jatimnow.com)
Tersangka diamankan Polres Ponorogo. (Foto: Ahmad Fauzani/jatimnow.com)

jatimnow.com - HGHK (23) warga Kecamatan Jambon diringkus Polres Ponorogo karena menyetubuhi DK, tetangganya yang masih berstatus pelajar SMP.

Kasus ini semakin tragis karena HGHK tidak bertanggung jawab ketika korban hamil. Tersangka bahkan memberikan obat penggugur kandungan kepada korban.

Kasat Reskrim Polres Ponorogo, AKP Nikolas Bagas Yudhi Kurnia, mengungkapkan bahwa HGHK ditangkap di rumahnya setelah adanya laporan tentang kejadian ini.

"Antara tersangka dan korban adalah tetangga satu RT," ujar AKP Nikolas Bagas Yudhi Kurnia, Kamis (7/9/2023).

Peristiwa ini dimulai ketika tersangka menghubungi korban dan meminta untuk berhubungan suami istri. Namun, korban menolak.

"Suatu ketika, tersangka menyelinap ke depan rumah korban. Dia mengiming-imingi korban dengan uang dan menggunakan unsur paksaan. Kemudian, korban disetubuhi," jelas AKP Nikolas.

Baca juga:
Hasil Tes DNA Kiai Cabul di Trenggalek, Sah Bapak Biologis Anak Korban

Beberapa waktu kemudian, korban merasa mual dan melakukan tespek yang hasilnya positif. Korban kemudian meminta pertanggungjawaban dari tersangka, namun tersangka justru mengelak.

Dalam kepanikan, tersangka bahkan membelikan obat penggugur kandungan secara online dan memaksa korban untuk mengonsumsinya.

Sayangnya, obat tersebut tidak berhasil karena kehamilan korban sudah cukup besar.

Baca juga:
Tampang Eks Anggota DPRD Bangkalan, Pengasuh Ponpes yang Cabuli Santrinya

Setelah orang tua korban curiga dan korban mengakui bahwa dia telah disetubuhi oleh tersangka, kasus ini dilaporkan ke Polres Ponorogo dan sedang dalam proses hukum. Persetubuhan ini dilaporkan hanya terjadi satu kali.

Tersangka dijerat dengan pasal 81 ayat (2) dan pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 2016 perubahan kedua atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Ancaman hukuman minimal untuk kasus ini adalah 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun.