Pixel Codejatimnow.com

Palsukan 11 Dokumen, Mafia Tanah di Malang dan Batu Diringkus Polda Jatim

Editor : Endang Pergiwati  Reporter : Haryo Agus
Press release di Mapolda Jatim (Foto: Haryo Agus/jatimnow.com)
Press release di Mapolda Jatim (Foto: Haryo Agus/jatimnow.com)

jatimnow.com - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur, berhasil membongkar kasus mafia tanah terkait pemalsuan akta dan surat pajak yang terjadi di Kabupaten Malang dan Kota Batu.

Wadirreskrimum Polda Jatim, AKBP Piter Yanottama menjelaskan, kasus tersebut terjadi pada tahun 2016 lalu. Dari pengungkapan kasus tersebut, Polda Jatim menangkap 5 tersangka, yakni EW (38), HE (36), SA (34), NA (47), AL (45).

"Perkara ini diawali dari adanya laporan polisi model B yaitu dilaporkan oleh pelapor pada tanggal 17 Desember 2021. Jadi dilaporkan Desember 2021 tetapi peristiwa pidananya dimulai sejak tahun 2016," jelas Piter, saat konferensi pers di Mapolda Jatim, Senin (06/01/2023).

Piter mengatakan bahwa kasus tersebut berawal dari pemilik objek tanah, SPH meminta tolong kepada tersangka 1 EW untuk menguruskan balik nama sertifikat tanah.

Kemudian EW meminta bantuan kepada tersangka 2 HE untuk mencarikan seseorang yang bisa membuat akta palsu dan surat pajak palsu.

Selanjutnya, HE meminta kepada tersangka 3 SA untuk membuatkan akta tanah dan surat pajak palsu. Diketahui, SA sudah sering membuat akta tanah palsu saat masih bekerja di kantor notaris.

Setelah dokumen palsu tersebut jadi, kemudian diserahkan kepada EW dan HE yang merupakan suami istri untuk diserahkan ke BPN kota Batu, dibantu oleh dua orang tersangka lain, yakni NA dan AL yang berprofesi sebagai makelar.

"Jadi objek perkara dari pengungkapan ini adalah adanya beberapa dokumen palsu yang dibuat oleh tersangka. Antara lain berupa delapan akte pembagian hak bersama dan tiga akta hibah termasuk juga surat pajak yang dikeluarkan PPAT Novitasari Dian Priharini," ungkapnya.

"Namun Novita menyatakan, setelah dicek bahwa dokumen-dokumen tersebut memang palsu karena tidak dikeluarkan oleh Kantor PPAT," imbuhnya.

Baca juga:
5 Fakta Ayah Tega Aniaya Bayi Berusia 6 Hari di Surabaya

Motif yang dilakukan tersangka, yakni ingin mendapatkan keuntungan. Tersangka EW mendapatkan Rp850 juta dari pemilik tanah SPH. Kemudian tersangka HE mendapatkan uang Rp50 juta dari EW.

Selanjutnya, tersangka SA mendapatkan uang Rp30 juta, tersangka NA mendapatkan uang Rp48 juta, sedangkan untuk tersangka AL mendapatkan uang sebesar Rp400.000.

"Akibat yang ditimbulkan atas perbuatan para tersangka, pelapor Novitasari selaku PPAT mengalami kerugian formil 11 akta palsu, kerugian materiil biaya peralihan Rp55 juta serta berpotensi dibebani pajak peralihan," ujarnya.

Selain itu, lanjut Piter, Badan Pendapatan Daerah (BPD) Kota Batu juga merasa dirugikan, karena tidak ada pajak yang masuk. Kerugian BPD Kota Batu sebesar Rp 26 juta lebih.

Baca juga:
Angka Kecelakaan di Jatim Turun Selama Operasi Ketupat Semeru 2024

Begitu juga pemilik tanah SPH mengalami kerugian sebesar Rp 850 Juta, uang tersebut dikeluarkan untuk mengurus biaya proses balik nama yang ternyata dipalsukan oleh tersangka.

Atas perbuatannya, tersangka EW dan HEA dikenakan pasal 264 ayat 1 dan ayat 2 dan atau pasal 263 ayat 1 dan ayat 2 Jo pasal 55 KUHP dan pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun.

Kemudian untuk tersangka SA dikenakan pasal 264 ayat 1 KUHP dan atau 263 ayat 1 KUHP Jo pasal 55 KUHP dan pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara

Sedangkan, tersangka NA dan AL dikenakan pasal 264 ayat 2 KUHP dan atau pasal 263 ayat 2 KUHP Jo pasal 55 dan pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara.