Pixel Codejatimnow.com

Kisah Pengukuhan Pasangan Guru Besar UMM, Ditemani Kursi Kosong Mendiang Istri

Editor : Endang Pergiwati  Reporter : Gerhana
Prof. Dr. Ir. Aris Winaya, M.M., M.Si., IPU, ASEAN Eng (kiri) ditemani anaknya yang memegang foto ibunda tercinta yakni Prof. Dr. Ir. Maftuchah, M.P yang diberi penghargaan sebagai guru besar anumerta. (Foto: UMM for jatimnow.com)
Prof. Dr. Ir. Aris Winaya, M.M., M.Si., IPU, ASEAN Eng (kiri) ditemani anaknya yang memegang foto ibunda tercinta yakni Prof. Dr. Ir. Maftuchah, M.P yang diberi penghargaan sebagai guru besar anumerta. (Foto: UMM for jatimnow.com)

jatimnow.com - Prof. Dr. Ir. Aris Winaya, M.M., M.Si., IPU, ASEAN Eng. bersama istrinya Prof. Dr. Ir. Maftuchah, M.P sebenarnya akan dikukuhkan menjadi pasangan guru besar (gubes) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Namun, Tuhan berkehendak lain, Prof. Dr. Ir. Maftuchah, M.P telah berpulang karena sakit. Meski begitu, pihak kampus tetap mengukuhkan keduanya, sebagai guru besar dari Fakultas Pertanian dan Peternakan (FPP).

Meski hanya Prof Aris yang hadir, saat dikukuhkan pada Sabtu (9/3/2024), kursi untuk istrinya tetap disediakan meskipun kosong. Almarhumah Prof Maftuchah tetap dianugerahi dan dikukuhkan sebagai guru besar anumerta.

Mendiang juga dihadirkan melalui orasinya di hadapan para tamu dengan teknologi Artificial intelligence. Prof Aris menyampaikan, istrinya meninggal pada Selasa (13/2/2024), atau sehari sebelum coblosan Pemilu 2024.

"Sebenarnya direncanakan bersama, maunya kita pasangan guru besar, tetapi Allah berkehendak yang lain, sehingga hari ini hanya mengenang saja. Tetapi intinya ini bagian dari penghargaan istri saya karena dengan pencapaian tertinggi untuk karir di perguruan tinggi," jelas Prof Aris, Senin (11/3/2024).

Almarhumah Prof Maftuchah sebelumnya meninggal setelah mengalami stroke yang kedua kalinya diderita. Selain itu, almarhumah memiliki riwayat sakit gula, hipertensi dan asma.

"Awalnya, stroke sudah 2 kali, terakhir ini stroke kedua yang beliau enggak ada, di samping itu ada gula, tensi juga tinggi, jadi komplikasi, kemudian beliau mempunyai bawaan asma," katanya.

Dikatakannya, istrinya itu memiliki rekam jejak penelitian selama menjadi akademisi di UMM. Seperti meneliti bahan bakar nabati dari tanaman jarak pagar. Selain itu, juga pernah diajak kerjasama oleh perusahaan asing untuk membuat padi yang tahan dengan penggerek batang.

"Sama istri saya dengan kerja sama waktu itu dari Rockefeller Foundation membuat padi tahan hama penggerek batang, diambilkan gennya dari mikroba," jelasnya.

Baca juga:
Uang Palsu Pasca-Lebaran Rentan Bertebaran di Malang, Bisa Picu Inflasi

Sedangkan Prof Aris sendiri menyampaikan orasi ilmiah tentang menjaga sumber daya potensi hewan ternak lokal supaya tidak punah.

"Jadi kesadaran proteksi potensi sumber daya di Indonesia sangat kurang, makanya tidak heran semakin lama nanti bisa punah," katanya.

Dia menyampaikan, bahwa kondisi Indonesia sebagai salah satu negara muslim terbesar di dunia memiliki potensi ekonomi yang tinggi di bidang peternakan. Salah satunya, pemenuhan hewan kurban untuk Idul Adha.

Menurutnya, sapi lokal memiliki potensi yang bagus, karena dinilai masyarakat Indonesia lebih menyukai sesuatu yang murah dan terpenting memenuhi syariat.

"Kalau ternak luar 1 ekor Rp65 juta, Rp70 juta, di kita sapi-sapi Madura cuma Rp25 juta, bisa, itu untuk kebutuhan masyarakat yang dalam tanda kutip mungkin terlalu berat untuk membeli sapi yang besar, walaupun dibagi 7 untuk syahnya Idul Qurban tetapi Rp25 juta beli sapi Madura, itu kan lebih ringan," ungkapnya.

Baca juga:
Kasus Korupsi Mencuat, Akademisi di Malang Soroti Integrasi Pendidikan

Lebih lanjut, Aris juga bercerita bagaimana mendiang istrinya, Prof Maftuchah saling mendukung satu sama lain hingga mencapai titel guru besar.

Aris menceritakan kisah pada tahun 1994, di mana ia dan istri menikah. Kemudian penantian panjang selama sembilan tahun untuk mendapatkan amanah buah hati. Bahkan juga perjuangan Maftuchah yang harus menyelesaikan studi di Bogor saat masih hamil serta upaya Aris bolak balik Malang-Bogor untuk menemani sang istri sembari menjalankan tugas sebagai dosen di UMM.

Prof Aris juga berterima kasih kepada pihak kampus yang telah menghargai jasa-jasa istrinya. Meskipun, dikatakannya, ada beberapa pihak yang mempertanyakan maksud dan tujuan dari pemberian penghargaan anumerta guru besar tersebut kepada istrinya.

"Jadi tidak sekedar meninggal kemudian lupa, itu jangan lah, karena selama hidup kita juga berkorban untuk pencapaian tertinggi di suatu bidang itu juga untuk eksistensi lembaga. Mahasiswa yang mau wisuda kemudian meninggal tetap diberi penghargaan sama rektor, lah ini guru besar," katanya.