jatimnow.com - Tradisi halal bihalal merupakan ciri khas masyarakat Indonesia saat perayaan Idul Fitri. Saling berkunjung di hari Lebaran ini tidak ada di negara lain. Lalu sejak kapan halal bihalal ini ada di Indonesia?
"Halal bihalal sudah menjadi tradisi dan budaya warga Indonesia yang dilakukan setiap hari raya Idul Fitri. Tradisi ini, awal mulanya, diperkenalkan oleh ulama pendiri Nahdatul Ulama, KH Abdul Wahab Hasbullah," tutur Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa, Jumat (12/4/2024).
Diterangkan, saat itu Presiden Soekarno silaturahim pada Kiai Wahab dan menyampaikan tentang kondisi bangsa yang menurutnya membutuhkan forum untuk bisa saling bersapa yang meneduhkan antar pemimpin politik pada masa itu.
"Atas saran KH Abdul Wahab Hasbullah, kemudian di Hari Raya Idul Fitri 1948 H, Bung Karno mengundang seluruh tokoh politik untuk bersilahturahmi di Istana Negara dengan judul 'Halalbihalal'," kata Khofifah.
Semenjak saat itu, berbagai instansi pemerintahan di era Soekarno menggelar halal bihalal dan berkembang luas di masyarakat hingga menjadi suatu tradisi tahunan di masyarakat Indonesia, utamanya di kalangan masyarakat muslim Jawa.
Baca juga:
Unusida Sidoarjo Kupas Peran Penting Media untuk Branding Image
Selain itu, terdapat tradisi serupa yang diyakini telah ada sejak masa Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I, kadipaten agung di Jawa bagian tengah selatan saat Indonesia masih dikuasai VOC.
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara yang bergelar Pangeran Sambernyawa saat itu mengadakan pertemuan antara raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana setelah salat Idul Fitri.
Pada pertemuan itu, diadakan tradisi sungkem dan saling memaafkan kepada raja dan permaisuri. Kegiatan ini kemudian yang mengilhami organisasi-organisasi Islam untuk menggelar tradisi serupa dengan istilah halal bihalal.
Baca juga:
Halal Bihalal Pejabat Pemprov Jatim, Adhy Karyono: Saatnya Evaluasi Kinerja
“Esensi dari halal bihalal ialah jika orang berpuasa, maka Allah SWT memaafkan kesalahan dan dosa-dosanya. Kesalahan dan dosa kepada Allah SWT dapat diampuni jika seorang hamba memperbanyak istighfar dan amalan ibadah," ungkap mantan Gubernur Jawa Timur ini.
“Namun, jika melakukan kesalahan kepada sesama manusia (haqqu al-adami), maka Allah SWT mengampuninya jika diantara sesama manusia tersebut telah saling memaafkan. Maka dari itu, di sinilah letak esensi dari dilakukannya tradisi halal bi halal. Saling bertemu, saling berjabat tangan, silaturahmi dan saling memaafkan, kembali menjadi pribasi yang fitri," imbuhnya.