jatimnow.com - Angka kerawanan atau kecurangan Pilkada dalam bentuk politik uang masih cukup tinggi di Lamongan. Fakta itu diungkap oleh Pusat Studi Demokrasi dan Kebijakan Publik (PSDK) Universitas Islam Darul Ulum (Unisda) Lamongan, Selasa (12/6/2024).
Ini artinya politik uang masih menjadi faktor penentu di balik alasan warga menjatuhkan pilihannya kepada salah satu calon kepala daerah.
Dari data yang dihimpun, 34 persen dari 1.200 koresponden menyatakan bersedia menerima uang dan memilih calonnya. 28 persen menerima uang dan memilih calonnya tapi tidak berdasarkan hati.
6 persen menyatakan menerima tapi tidak memilih calonnya. Sementara kesadaran untuk tidak menerima uang hanya 5 persen.
"Faktor politik uang tinggi ini berkaca dari pemilu serentak kemarin. Jadi masyarakat kita masih sangat permisif terhadap politik uang, bahkan siapa yang memberi uang itu yang akan dipilih," kata Peneliti PSDK Unisda, Ahmad Sholikin, Rabu (12/6/2024).
Selain faktor tersebut, kata Sholikin, adalah rendanya literasi pendidikan politik yang dilakukan partai politik kepada masyarakat.
Baca juga:
4 Masalah Krusial di Jember, Para Bacabup Sanggup Menyelesaikan?
"Partai politik tidak gencar melakukan pendidikan politik. Setelah mereka menang kandidiat atau anggota parpol terpilih mereka lupa dan mereka turun hanya waktu-waktu tertentu saja," terangnya.
Sholikin membeberkan bahwa besaran nominal umum yang bisa menggiring pemilih adalah di atas Rp20 ribu, kemudian nominal di angka Rp100 ribu.
"Nominal di atas Rp100 ribu sangat tinggi diinginkan masyarakat itu berkaca pada pemilu bulan Februari kemarin," urainya.
Baca juga:
Elektabilitas BHS-Mimik Teratas di Survei Pilkada Sidoarjo 2024
Sementara itu, hasil untuk elektabilitas calon kandidat. Nama Yuhronur Efendi masih unggul di angka 35 persen, disusul Abdul Ghofur dengan 15 persen dan Suhandoyo 12 persen.
Sementara itu, nama kandidat lain seperti Abdul Rouf, Khusnul Yakin, Debby Kurniawan, Ahmad Shandy mendapat angka dibawah 5 persen.