jatimnow.com - Kepala Desa Mergosari dan masyarakat diduga melarang umat Kristen untuk beribadah di Rumah Doa Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI), yang terletak di Mergosari, Tarik, Sidoarjo. Polemik ini juga sempat viral di media sosial.
Berikut fakta-fakta yang dihimpun berdasar versi pihak rumah doa dan Kades Mergosari
Versi pihak rumah doa
1. Ibadah dihentikan Kades Mergosari
Gembala sidang GPdI Tarik, Pendeta Yoab Setiawan mengaku saat memimpin ibadah, tiba-tiba Kades Mergosari datang bersama beberapa orang pada hari Minggu (30/6/2024).
"Minggu kemarin saya tetap melaksanakan ibadah karena di situ ada acara pemberkatan nikah, di tengah-tengah Pak Lurah datang dan beberapa orang," ucapnya saat dikonfirmasi Selasa (2/7/2024).
2. Kades berdalih warga protes
Lebih lanjut Yoab mengatakan, Kades mulanya mengklaim menyetop ibadah di rumah doa itu karena ada protes dari warga sekitar yang terganggu, Pasalnya peribadatan menghadirkan puluhan orang dari luar daerah setiap pekan.
"Rumah doa kok setiap minggu dipakai (tanya kades). Saya jelaskan, rumah doa itu kayak langgar (musala), seminggu sekali, dan paling lama 2 jam, tapi kok banyak orang-orang luar daerah? tanya kades lagi. Luar daerah mana, itu masih dalam satu Kecamatan Tarik," terang Yoab.
3. Rumah doa terdaftar di Kemenag
Kata Yoab, Kades mempertanyakan soal izin mendirikan bangunan (IMB). Yoab pun mengakui pihaknya belum mengantonginya. Mereka sedang mengurusnya, dan hal itu tidaklah mudah.
Yoab menegaskan bahwa rumah doa yang dikelola sudah terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag) kantor wilayah (Kanwil) Jawa Timur.
Keberadaan rumah doa itu teregister di surat keterangan tanda lapor (SKTL) dengan nomor: 20432/Kw.13.08/12/2023, yang ditandatangani oleh Kepala Kanwil Pembimas Kristen Luki Krispriyanto, pada 7 Desember 2023 lalu.
"Saya sudah urus surat domisili dan keluarlah SKTL dari Bimas Kristen Kemenag Kanwil Jatim. IMB itu ngurusnya tidak mudah saya minta waktu dua tahun untuk proses itu," tuturnya.
Baca juga:
Polemik Pelarangan Ibadah di Rumah Doa GPdI Sidoarjo Dimediasi Plt Bupati
Ia menjelaskan, rumah doa berbeda fungsi dan bentuk dengan gereja. Rumah doa tak memiliki penanda atau ornamen khas gereja di depannya.
4. Rumah doa klaim didukung warga sekitar
Sejak diresmikan pada 13 Januari 2024 lalu, Yoab mengaku mendapatkan dukungan yang baik dari warga serta RT dan RW sekitar. Bahkan setidaknya, ada 6 KK di Desa Mergosari dan puluhan orang dari Kecamatan Tarik juga beribadah di rumah doa itu.
"Padahal warga dan karang taruna mendukung kami, selama kami ibadah tidak ada gangguan apapun, warga sekitar tidak merasa terganggu," pungkasnya.
Versi Kades Mergosari
5. Berdasar keluhan masyarakat
Kades Mergosari, Eko Budi Santoso mengungkapkan, ia hanya memfasilitasi keluhan masyarakat tentang keberadaan bangunan rumah doa tersebut.
Baca juga:
Perayaan Jumat Agung, Polisi Jaga Kemanan Sejumlah Gereja di Bangkalan
"Permasalahannya itu hanya kenapa ada kumpulan masyarakat di sana. Saya di telepon masyarakat. Mereka mempertanyakan itu bangunan apa. Kenapa ramai di sana. Saya pun kemarin minta, hari ini diserahkan IMB-nya," ujar Eko.
6. Tak tahu sudah kantongi SKTL
Eko juga mengaku tidak mengetahui Rumah Doa GPdI Tarik itu sudah mengantongi SKTL. Sebab, SKTL itu tidak pernah diberikan kepadanya.
7. Kades mengaku tak pernah melarang ibadah
Eko mengklaim tidak pernah melarang umat Kristen untuk beribadah di rumah doa itu. Bahkan, saat kejadian Minggu (30/6/2024) kemarin, dia mengaku mempersilakan proses ibadah dilanjutkan kembali, setelah sebelumnya dihentikan olehnya.
"Enggak, saya nggak berpikiran seperti itu untuk melarang ibadah. Saya hanya melihat nanti koordinasi dengan pihak-pihak terkait," tutupnya.
URL : https://jatimnow.com/baca-69577-7-fakta-polemik-pelarangan-ibadah-di-rumah-doa-gpdi-sidoarjo