jatimnow.com - Polemik penggunaan dokter asing di Indonesia kini kembali menghangat, seiring pemecatan sepihak Prof Dr dr Budi Santoso SpOG SubspFER dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya lantaran menolak kebijakan naturalisasi tersebut.
Namun, kalangan ulama di Kediri memiliki pertimbangan lain. Mereka mendukung kebijakan ini. Pengasuh Pondok Pesantren Al Amien, KH Anwar Iskandar, bahkan menyebutnya wajib melihat masifnya penyakit seperti diabetes dan jantung di Indonesia yang justru semakin tinggi.
“Saya kira itu amat sangat penting sekali, bahkan harusnya sudah lama itu terjadi, kenapa? ya karena kebutuhan,” kata Gus War, Senin (8/7/2024).
Namun, menurut Gus War, kebijakan ini harus bersifat sementara. Mendatangkan dokter asing ke Indonesia harus memiliki dua manfaat. Selain untuk masyarakat, juga transfer ilmu kepada dokter-dokter di Tanah Air. Penting juga untuk pemerintah bisa memfasilitasi para dokter untuk mengenyam pendidikan ke luar negeri, sehingga nantinya saat mereka pulang, mampu menggantikan dokter-dokter asing di Indonesia.
“Kami dari kalangan ulama mendukung sekali kebijakan ini, tapi jangan selamanya. Jadi dokter asing didatangkan kesini ini, selain menangani penderita yang berat-berat itu juga sekaligus mendidik. Kita juga harus mendidik dokter-dokter spesialis ini ke luar negeri. Nanti pada saatnya yang datang dari luar negeri yang hebat-hebat itu nanti akan menggantikan yang ada disini (dokter asing), jadi jangan permanen, tapi temporary melihat kebutuhan,” tambahnya.
Selain memenuhi kebutuhan dokter khususnya spesialis yang masih kurang, ada pertimbangan soal agama dari Gus War. Mendatangkan dokter dari luar negeri menurutnya bagian dari hifzul nafs, menjaga diri dari hal-hal yang bisa merusak.
“Dalam diksi agama ada yang namanya hifzul nafs, menjaga diri dari hal-hal yang bisa merusak. Hifzul nafs ini bagian dari maqashid syariah, tujuan syariat ini dibuat. Ada yang wajib menjaga diri, wajib menjaga akal, wajib menjaga keturunan, wajib menjaga negara, wajib menjaga agama misalnya, wajib menjaga harga diri, itu,” terang Gus War.
“Mendatangkan dokter dari luar negeri itu bagian dari menjaga tubuh manusia agar penyakitnya hilang atau terhindar dari penyakit. Maka, hakikatnya menurut agama itu wajib. Kalau memang dokter dalam negeri sudah tidak bisa mengatasi atau kekurangan ya wajib itu mendatangkan (dokter asing) karena kesehatan itu masalah universal, tidak ada batas-batas negara,” sambungnya.
Pertimbangan lain menurut Ketua MUI itu adalah soal ekonomi. Jangan sampai orang-orang Indonesia justru berobat ke luar negeri.
Baca juga:
1 Dokter di Madura Layani 7000 Pasien, UTM Segera Buka Fakuktas Kedokteran
“Lebih dari itu, ini pertimbangan berikutnya, kenapa sih sekarang orang Indonesia ini kok kalau sakit dikit-dikit ke Singapura, Malaysia, kayaknya nggak percaya dengan rumah sakit kita sendiri. Nah, daripada mereka datang kesana dokternya datang kesini sehingga devisanya nggak lari ke luar gitu lho, ini aspek ekonomi,” tegasnya.
Dia pun memahami, akan ada pihak-pihak yang dirugikan atas kebijakan ini. Namun, dia menyerukan untuk mereka tidak egois dan lebih mementingkan kepentingan yang lebih besar.
“Sebagai orang yang memiliki nasionalisme, sebagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki intelektual, mungkin memang ada dokter-dokter yang dirugikan dengan adanya kebijakan ini tapi sebagai kelompok intelektual yang sudah matang nasionalismenya seharusnya mau berkorban dong, perjuangan butuh pengorbanan, iya nggak? untuk kepentingan yang lebih besar kita harus siap untuk berkorban. Jangan egois,” serunya.
Menurut Gus War ini hal biasa dalam kehidupan bersama. Dia pun mengajak pihak-pihak untuk memaknai istilah zakat yang tidak hanya mengambil tapi juga memberi.
Baca juga:
FK Unej akan Buka Pendidikan Profesi Dokter Bedah
“Coro wong Jowo iku yo aweh yo njupuk. Kita bisa ambil dari yang lain, kita juga mesti kasih ke orang lain. Istilah agama itu zakat, jadi ya ngambil ya ngasih,” lanjut Gus War.
“Jadi kita mohonkan, mungkin ada yang merasa dirugikan kepentingannya untuk memahami bahwa nyawa manusia Indonesia ini harus menjadi target kepentingan pertama, bukan kepentingan sesaat,” tandasnya.
Dalam beberapa literasi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjelaskan, bahwa penggunaan jasa dokter asing memang tidak lepas dari kebutuhan dokter spesialis di Indonesia yang masih tinggi. Yang ada saat ini belum mencukupi. Ada pun yang mencapai rasio 1:1000 penduduk, distribusinya sangat tidak merata.
Penggunaan jasa dokter asing sendiri telah diatur dalam dalam Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pasal 248 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2023 menyebutkan, Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri yang dapat melaksanakan praktik di Indonesia hanya berlaku untuk Tenaga Medis spesialis dan subspesialis serta Tenaga Kesehatan tingkat kompetensi tertentu setelah mengikuti evaluasi kompetensi.