jatimnow.com - Pendaftaran pemilihan Wali Kota Surabaya kian dekat. Namun, hingga saat ini pasangan incumbent Eri Cahyadi dan Armuji masih jadi satu-satunya calon yang resmi mengantongi rekom partai.
Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya besar. Apakah sang petahana akan melaju sebagai pasangan tunggal melawan bumbung kosong di pemilu nanti?
Saat ini beberapa bakal calon lain memang tengah mengudara. Namun, mereka masih mondar-mandir memburu tiket partai yang statusnya belum pasti. Surat Tugas, secarik surat yang hanya akal-akalan menentukan sikap dukungan.
Melihat hal ini, pengamat politik dari Universitas Trunojoyo, Madura, Surokim mengatakan, akan sangat aneh jika kontestasi ini, petahana hanya melawan bumbung kosong. Apalagi, Surabaya tergolong kota metropolis. Kota Pahlawan merupakan yang terbesar nomor dua di negeri ini.
"Dengan jumlah pemilih hampir tiga juta, kalau hanya muncul satu pasangan dan tidak ada lawan, sungguh menyedihkan dan juga aneh bin ajaib. Seolah-olah tidak ada stok tokoh pemimpin di kota Surabaya," kata Surokim saat dikonfirmasi, Rabu (24/7/2024).
Dia menambahkan, jika tidak ada sosok lain yang diusung oleh para partai politik, hal ini mencirikan fenomena paradoks demokrasi elektoral.
Fenomena ini menurut dia merupakan kritik pada partai-partai lain yang gagal melahirkan calon pemimpin publik. Ditambah lagi dengan umbaran tiket dukungan yang bisa diubah petanya sesuka hati karena statusnya yang bukan rekomendasi.
"Melawan bumbung kosong itu ironi politik di Kota Surabaya. Publik tak lagi punya alternatif pilihan. Jika betul tak ada yang berani melawan," ucapnya.
Harusnya, lanjut Surokim partai-partai politik lain tidak pragmatis dalam menghadapi pemilu ini. Mereka perlu juga membangun iklim politik yang sehat.
Baca juga:
Teknis Debat Pilwali Surabaya 2024, KPU: Fokus Penajaman Visi Misi Calon
Umpama mereka kalah dan memilih menjadi oposisi, hal itu merupakan tugas yang mulia untuk menguatkan check and balance di roda pemerintahan.
"Saya tentu masih berharap incumbent tetap ada lawan dan ada partai yang membangun koalisi melawan incumbent. Memang tinggal tersisa beberapa saja parpol yang belum menentukan dukungan. Dalam pandangan saya, jika hanya ada satu paslon untuk apa ada pemilu. Langsung saja ditetapkan dari pada buang-buang anggaran pilkada," tuturnya.
Surokim menegaskan, ketika pemilu nanti hanya melawan bumbung kosong, maka kontestasi itu tidak akan bermakna.
Proses politik menurut dia tidak akan bermakna dan hanya sekadar jadi dagelan. Kalau pun ada usaha agar calon incumbent ini tidak bisa mencapai suara 50 persen, hal itu menurut dia hanyalah ilusi.
Baca juga:
Pendukung Kotak Kosong Siap Gembosi Suara Eri-Armuji di Pilwali Surabaya 2024
"Secara substantif tak ada konstes apapun. Menang pun juga tak ada yang bisa dibanggakan. Ya memang akan kelihatan lebih mudah bagi petahana untuk menang. Alasan agar petahana susah mencapai 50+ itu hanya ilusi saja dan mengada-ada saja. Kalaupun toh ada usaha agar petahana kesulitan untuk mencapai 50+ itu juga akrobat yang tidak lucu," ujarnya.
Kontestasi melawan bumbung kosong ini memang diperbolehkan secara aturan. Namun, dia kembali menegaskan akan sangat disayangkan bila pemilu di kota besar hanya diikuti satu pasangan calon.
Ada beberapa kemungkinan kenapa sejumlah parpol saat ini masih belum menentukan arah dukungannya. Salah satunya, mereka masih menakar kekuatan dari petahana tersebut.
"Saya pikir sekuat apapun incumbent tetap saja bisa dikalahkan jika partai-partai bisa menemukan penantang yang pas, itu kalau mau serius. Tapi kalau enggak, ya akan menambah dagelan tadi," pungkasnya.
URL : https://jatimnow.com/baca-70159-ironi-politik-kota-metropolis-akalakalan-tiket-partai-yang-tak-pasti