Pixel Code jatimnow.com

Dulu Sempat Tenar, Batik Ponorogo Riwayatmu Kini

Editor : Endang Pergiwati   Reporter : Ahmad Fauzani
Ilustrasi pengrajin batik di Ponorogo (Foto: Ahmas Fauzani/jatimnow.com)
Ilustrasi pengrajin batik di Ponorogo (Foto: Ahmas Fauzani/jatimnow.com)

jatimnow.com – Tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional.

Tak hanya dari Solo atau Yogyakarta, Bumi Reog Ponorogo juga memiliki produk batik yang khas. Bahkan industri batik Ponorogo menjadi salah satu industri tekstil tradisional yang diperhitungkan di Indonesia. 

Pada masa kejayaannya, Ponorogo dikenal memiliki sentra batik yang tersebar di berbagai tempat. Salah satu pusat industri batik terletak di daerah yang disebut timur pasar. 

Jejak kejayaan batik Ponorogo ini diabadikan melalui nama-nama jalan yang terinspirasi dari motif-motif batik.

jatimnow.com menelusuri kawasan yang dulunya dikenal sebagai kawasan elit karena berkumpulnya para pengrajin batik. Daerah ini mencakup Kelurahan Kertosari di Kecamatan Babadan, Kelurahan Cokromenggalan di Kecamatan Ponorogo Kota, serta Kelurahan Patihan Wetan. 

Di tempat-tempat ini, sejumlah nama jalan diambil dari nama motif batik, seperti Jalan Kawung, Barong, Parang Tritis, Parang Kusumo, Cinde Wilis, dan lainnya.

Salah satu saksi hidup kejayaan batik di Ponorogo adalah Budi Santoso, putra seorang pengusaha batik di Jalan Kawung, Kelurahan Kertosari.

Budi menceritakan masa-masa ketika kawasan ini dipenuhi oleh industri batik pada tahun 1960-an. 

Baca juga:
Tanah Longsor Tutup Akses Jalan Madiun ke Telaga Ngebel Ponorogo

Rumah-rumah besar dan industri batik berjajar di sepanjang jalan. Saat ini, meski bangunan-bangunan besar tersebut masih berdiri, alat-alat produksi batik telah hilang seiring berjalannya waktu.

“Ada 12 rumah industri pengolah batik saat itu, termasuk keluarga kami yang menjadi salah satu pengusaha batik," kata Budi, Rabu (2/10/2024).

Motif-motif batik yang diproduksi di Ponorogo sangat beragam, di antaranya Sidoluhur, Sidomulyo, Sidomukti, Parang, Sekar Jagad, dan Semen Rama. Namun, kejayaan batik Ponorogo perlahan-lahan meredup.

Puncak masa kejayaan batik Ponorogo terjadi pada 1960-an, namun sekitar 1975 banyak pengusaha batik yang gulung tikar karena menurunnya permintaan.

Baca juga:
Ponorogo Diguyur Hujan Deras, Pohon Beringin Tumbang

"Tahun 1975, kami terpaksa menutup produksi batik karena permintaan yang menurun drastis," ujar Budi.

Kini, jejak industri batik di Ponorogo hanya tersisa pada bangunan-bangunan tua berbentuk gudang di sekitar Kertosari dan Cokromenggalan, yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang batik di Ponorogo.

"Sebagian besar alat batik dijual karena terbuat dari tembaga dan harganya cukup mahal," pungkasnya.