jatimnow.com - Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Kediri, menindak Warga Negara Asing (WNA) dari Belanda dan Filipina yang melanggar hukum keimigrasian.
Pertama adalah pria berkewarganegaraan Belanda berinisial JB (38), pemegang izin tinggal terbatas (ITAS) penyatuan keluarga dengan penjamin istri berkewarganeraan Indonesia. Sejak Juli 2024, ijin tersebut telah kedaluwarsa atau overstay.
Awalnya JB melaporkan diri ke Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Kediri ke loket pelayanan WNA. Menurut pengakuannya bahwa izin tinggal yang dimilikinya telah lama berakhir dan ingin kembali ke negara asalnya.
Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian yang menerima laporan dari Seksi Dokumen Perjalanan dan Izin Tinggal Keimigrasian kemudian melakukan pemeriksaan dan diketahui bahwa JB memiliki Izin Tinggal Terbatas (ITAS) Penyatuan Keluarga yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi Kelas I TPI Kupang pada tanggal 17 Juli 2023 dengan masa berlaku 21 Juli 2023 sampai 21 Juli 2024.
“Menurut pengakuan JB, yang bersangkutan memiliki istri berkewarganegaraan Indonesia berinisial J dan bertempat tinggal di Kupang. Perkawinan mereka dalam keadaan tidak harmonis sehingga membuat JB meninggalkan rumah dan berpindah-pindah tempat hingga akhirnya menemui temannya di Jombang, berkewarganegaraan Belanda yang akhirnya mengantarkan JB untuk melapor ke Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Kediri,” kata Adrian Nugroho, Rabu (9/10/2024).
Perbuatan JB telah memenuhi unsur dalam Pasal 78 ayat (3) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
“Orang Asing pemegang Izin Tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan masih berada di Wilayah Indonesia lebih dari 60 hari dari batas waktu izin Tinggal dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Deportasi dan Penangkalan,” tambahnya.
Pada tanggal 1 Oktober, JB telah dilaksanakan pendetensian di Ruang Detensi Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Kediri.
Kedua, pada 30 september 2024, Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Kediri menerima laporan dari masyarakat adanya orang asing yang tinggal di Desa Grogol, Kabupaten Kediri.
Baca juga:
Tinggalkan Istri di Kupang dan Lari ke Jombang, WN Belanda Dideportasi
Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian kemudian melakukan pencarian dan pengumpulan bahan keterangan terhadap orang asing yang diduga sebagai warga negara Filipina tersebut.
CB mengaku pernah memiliki Paspor Filipina dan benar tinggal di rumah bersama orang yang diakuinya sebagai istri bernisial S. Mereka telah menikah di Gereja di Filipina.
“Untuk orang asing yang diduga sebagai warga negara Filipina berinisial CB, yang bersangkutan telah lama tinggal di Indonesia bersama istrinya, S dan membuka usaha di Kediri,” ucap Adrian Nugroho.
Menurut pengakuan CB bahwa dirinya pernah bekerja di perusahaan yang sama dengan istrinya di negara Korea Selatan. Kemudian masuk dari Korea Selatan menuju Indonesia melalui Bandara Internasional Juanda Surabaya pada tahun 2006 bersama istrinya.
Cb dan istrinya pernah tinggal di Surabaya kurang dari 1 tahun dan selanjutnya pindah ke Kabupaten Kediri.
Baca juga:
Wanita asal Sri Lanka Dideportasi Imigrasi Kediri usai Melahirkan
“Untuk CB dan istrinya sudah berkali-kali pindah rumah dan ketika pindah ke Kabupaten Kediri, pertama kali bertempat tinggal di rumah orang tua istrinya yang berada di Dusun Grogol Wetan, Kabupaten Kediri,” kata Adrian Nugroho.
“Setelah dilakukan pemeriksaan mendalam, diketahui bahwa yang bersangkutan memiliki KTP yang diterbitkan pada tahun 2006. KTP yang dimiliki CB dibuat secara kolektif dan terbit 6 bulan setelah pembuatan” tambah Adrian Nugroho.
Berdasar keterangan yang bersangkutan, dan barang bukti yang dikumpulkan kemudian dianalisa, perbuatan orang asing yang diduga warga negara Filipina berisial RB memenuhi unsur sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 119 Ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
“Setiap Orang Asing yang masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia yang tidak memiliki Dokumen Perjalanan dan Visa yang Sah dan masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp5 juta,” tandasnya.