Pixel Code jatimnow.com

Drama Kolosal Resolusi Jihad di Surabaya Bikin Merinding

Editor : Endang Pergiwati   Reporter : Misbahul Munir
Salah satu adegan drama kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya. (Foto: Misbahul Munir/jatimnow.com)
Salah satu adegan drama kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya. (Foto: Misbahul Munir/jatimnow.com)

jatimnow.com - Puncak peringatan Hari Santri Nasional (HSN) di Tugu Pahlawan Surabaya berlangsung meriah dengan pagelaran teatrikal drama kolosal tercetusnya Resolusi Jihad 22 Oktober 1945.

Pertunjukan drama kolosal berjudul Resolusi Jihad fii Sabilillah ini, diambil dari buku Sejarah Resolusi Jihad NU, Perang Sabil di Surabaya Tahun 1945 yang ditulis oleh Riadi Ngasiran, sejarawan NU.

Momentum peringatan Hari Santri Nasional menjadi katalisator Perang Sabil bagi kaum santri dan masyarakat pesantren pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.

Menurut Riadi Ngasiran, peringatan Hari Santri Nasional menjadi bagian penting yang menanamkan nilai-nilai sejarah bagi masyarakat, terutama generasi muda.

"Dengan penanaman nilai-nilai sejarah itu, kelak masyarakat dan generasi muda paham akan eksistensi dan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka," tutur Tim Kerja Museum Nahdlatul Ulama ini, Selasa (22/10/2024) malam.

Dijelaskan dalam buku Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama dan Perang Sabil di Surabaya Tahun 1945, tentang rentetan Resolusi Jihad NU hingga terjadinya pertempuran 10 November 1945 yang menghebohkan dunia.

Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, tak lepas dari peran serta pelbagai elemen masyarakat secara luas, termasuk di antaranya kaum santri, kiai dan orang-orang pesantren.

Mereka secara organik tergabung dalam Laskar Hizbullah (beranggotakan santri), Laskar Sabilillah (beranggotakan kiai-kiai), yang terpanggil atas adanya Fatwa Jihad dari Kiai Muhammad Hasyim Asy'ari, Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU) dan menjadi pijakan keputusan PBNU ketika mengeluarkan Resolusi Jihad NU pada tanggal 22 Oktober 1945.

Laskar Hizbullah merupakan laskar beranggotakan santri, yang ketika zaman pendudukan Jepang (1944) telah dilatih dan digembleng di Cibarusah, dekat Bogor, seiring dengan terbentuknya tentara Pembela Tanah Air (PETA).

Ketika Bumi Pertiwi Republik Indonesia yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 mengalami ancaman dari sekutu yang diboncengi tentara NICA (Belanda) maka darah para santri pun mendidih bersama Arek-Arek Surabaya.

Baca juga:
Jember Peringati HSN 2024, Santoso: Santri Harus Jelas Masa Depannya

Keterikatan spiritual antara Fatwa Jihad Kiai Hasyim Asy'ari, yang disebut sebagai Bapak Umat Islam Indonesia dan Resolusi Jihad NU, sebagai panggilan berjihad dan Perang Sabil bagi para santri dan kiai pesantren, terbukti ketika Bung Tomo dalam setiap pidato radio yang meledak-ledak untuk mengobarkan semangat juang Arek-Arek Surabaya, selalu diawali dengan Basmalah (Bismillahirrahmanirrahiim) dan Takbir (Allahu akbar) 3 kali.

Adegan Drama Kiai Hasyim Asy'ari Tolak Sekere

Fatwa jihad Kiai Hasyim Asy'ari ditampilkan dalam adegan saat Kiai Hasyim Asy'ari diseret dan dipukul oleh oleh Nipon Jepang (tentara Jepang) karena menolak sekere atau memberikan hormat pada matahari terbit atau dewa matahari dalam kepercayaan Jepang waktu itu.

Kiai Hasyim Asy'ari dengan suara merintih dan terbata menahan sakit akibat pukulan tentara Jepang, ia berseru kepada para santrinya untuk tidak melakukan sekere (penghormatan pada matahari).

Pertunjukan drama kolosal besutan sutradara Heri Prasetyo Lentho dan asisten sutradara Khwarizmi Aslamriadi ini sukses membuat kagum hingga merinding para penonton.

Baca juga:
Kemeriahan Puncak Hari Santri Nasional di Surabaya

Ketua PCNU Kota Surabaya Masduki Toha mengungkapkan bahwa pada gelaran drama kolosal ini diikuti oleh ratusan orang yang terdiri dari para pelajar dan seniman di Surabaya.

"Pertunjukan drama kolosal ini merupakan yang pertama digelar di Surabaya. Melalui drama kolosal ini, kami ingin menyuguhkan cerita bagaimana kondisi yang sebenarnya saat tercetusnya Resolusi Jihad yang dikomandani oleh Hadratus Syech Kyai Hasyim Asy'ari waktu itu," ujar pria yang biasa disebut Gus Duki.

Melalui Drama Kolosal ini, Gus Duki berharap para generasi muda, terutama para santri seluruh pelosok Indonesia untuk terus giat belajar dan menebar manfaat bagi nusa dan bangsa.

"Saatnya santri bergerak untuk bersama-sama membangun negeri," tutupnya.