jatimnow.com - Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya bekerja sama dengan personel Lanudal Juanda berhasil menggagalkan upaya 5 warga Negara Indonesia (WNI) yang hendak menjual ginjal mereka secara ilegal ke India.
Hal ini terungkap setelah pemeriksaan ketat di Terminal 2 Bandara Juanda pada Sabtu (9/11/2024) lalu.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Surabaya, Ramdhani, mengungkapkan bahwa pengakuan awal seorang penumpang memicu kecurigaan petugas. Terdapat kejanggalan ketika dilakukan pemeriksaan awal di konter keberangkatan.
WNI itu berencana menggunakan penerbangan pesawat Malindo Air dengan nomor flight OD353 dengan tujuan Surabaya-Kuala Lumpur. Serta penerbangan lanjutan dengan nomor flight OD205 rute Kuala Lumpur-Delhi.
"Ketika tiba di pemeriksaan awal di konter keberangkatan, tim kami merasa curiga dengan WNI tersebut. Karena keterangan yang disampaikan oleh WNI tersebut banyak kejanggalan. WNI ini mengaku hendak berobat, namun banyak informasi yang tidak sinkron dari data yang mereka miliki," kata Ramdhani, saat konferensi press di Mako Lanudal Juanda, Senin (11/11/2024).
Ramdhani melanjutkan, setelah pemeriksaan lebih lanjut, terungkap bahwa bukan hanya satu, melainkan lima orang yang diduga terlibat dalam skema transplantasi ginjal ilegal.
Diketahui, kelima terduga pelaku dugaan transplansi dan jual beli organ ginjal manusia secara ilegal yakni AFH (31) asal Sidoarjo, AWSR (28) asal Sidoarjo, RAHM (29) asal Malang, MBA (29), dan NIR (28) asal Sukoharjo.
"Si AFH dan istrinya ASWR mengaku kepada kami berencana bepergian dengan dalih pengobatan penyakit kulit. Namun, dokumen medis yang dimiliki ternyata mengarah pada pemeriksaan urologi dan transplantasi ginjal," ungkapnya.
Penyelidikan mengungkapkan bahwa kelima WNI ini bukan pelaku tunggal, tetapi bagian dari jaringan terstruktur yang memanfaatkan platform digital untuk memfasilitasi transaksi.
Baca juga:
Imigrasi Ponorogo Raih Predikat Pelayanan Publik Ramah Kelompok Rentan Terbaik
"Kami menemukan komunikasi digital yang menunjukkan keterlibatan perantara dan pendonor, serta penggunaan media sosial untuk mencari korban baru," tambah Ramdhani.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa salah satu dari mereka mengakui pernah terlibat dalam transaksi serupa di masa lalu.
"Salah satu pelaku bahkan mengaku sudah menjual ginjalnya sendiri dan aktif sebagai perekrut yang mencari pendonor melalui media sosial," jelas Ramdhani.
Ia bersama istrinya diduga mengelola logistik untuk jaringan ini, mengindikasikan tingkat koordinasi yang lebih tinggi dari yang diperkirakan.
Baca juga:
Kemenkumham Jatim Gelar Penguatan Tugas dan Fungsi Intelijen Keimigrasian
Selain itu, menurut Ramdhani, terduga pelaku yang akan melakukan transplantasi ginjal itu mengaku bahwa ia telah diiming-imingi akan dibayar Rp600 juta.
"Biaya Rp600 juta itu tidak serta merta langsung dikasihkan. Jadi Rp600 juta itu terbagi dari beberapa tahap yang pertama adalah 2 juta dan selanjutnya diserahkan setibanya di India hingga usai menjalani operasi," tuturnya.
Mereka dijerat Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan dan pasal 432 berbunyi setiap orang yang memperjualbelikan organ atau jaringan tabung dengan alasan apapun.
Serta pasal 124 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.