jatimnow.com - Terlahir sebagai seorang perempuan, tidak serta merta membuat saya dapat disebut sebagai seorang ibu yang paripurna.
Bayangkan, seorang perempuan yang disebut ibu, mama, bunda, umi, mommy, atau apapun sebutannya, bukan hanya bertugas hamil dan melahirkan saja.
Seorang ibu atas kehendak Sang Maha Pencipta, menjadi nafas pertama dalam tiap nadi kehidupan anak manusia. Menjadi aliran darah. Menjadi sumber penghidupan, bagi janin dalam kandungan selama 9 bulan 10 hari.
Umumnya seorang perempuan adalah makhluk yang multi tasking, mampu mengerjakan banyak hal sekaligus, dalam waktu bersamaan.
Perempuan lekat dengan posisi sebagai ratu rumah tangga. Selain melahirkan, mereka juga dibebani harapan mampu memasak, berberes pekerjaan rumah, merawat dan mendidik anak, mencuci setrika, bahkan tidak jarang menjadi tulang punggung keluarga.
Ada pula tuntutan untuk tetap tampil cantik rupawan dalam berbagai medan.
Berproses menjadi seorang ibu, hingga hari ini menjadi proses belajar yang tidak pernah usai dan rasanya saya tidak dapat sesempurna mama, yang melahirkan saya.
Memilih profesi sebagai seorang politisi, membagi sebagian besar waktu saya untuk pekerjaan, dan hanya menyisakan sedikit waktu bersama suami dan anak-anak.
Tugas saya sebagai seorang ibu pun, sebagian besar lagi masih diambil alih oleh mama saya lagi. Yang pada akhirnya menjadi nenek merangkap ibu bagi cucunya.
Bersyukur lagi, Ibu mertua saya melahirkan anak yang kemudian menjadi suami saya. Seorang suami yang sangat pengertian pada keterbatasan saya menjadi ibu seutuhnya.
Seorang suami yang tidak pernah lelah berbagi tugas tanpa memandang gender, selalu memahami proses saya belajar menjadi seorang ibu.
Banyak perempuan di Surabaya ini yang tidak seberuntung itu, perempuan yang harusnya menjadi tulang rusuk yang dilindungi, tidak jarang malah menjadi tulang punggung, bahkan yang lebih miris masih banyak kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di Kota Pahlawan.
Dirangkum dari berbagai sumber, kasus kekerasan terhadap perempuan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Kasus kekerasan ini masih diyakini merupakan fenomena gunung es, lebih banyak yang tidak terungkap daripada yang nampak di permukaan.
Pemberdayaan perempuan diyakini menjadi salah satu upaya menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Menciptakan perempuan dengan SDM yang tangguh dan memiliki edukasi yang baik, diharapkan mampu meningkatkan asertivitas kaum perempuan dan menjauhkan dari kekerasan.
Baca juga:
Duka Kecelakaan di Malam Hellowen, Herlina: Andai Surabaya seperti Korea
Dikutip dari halaman kemenpppa.go.id Menteri PPPA dalam acara seminar dan bedah buku bertajuk 'Jejak Peradaban: Perempuan di Ruang Domestik, Publik, dan Politik', Perempuan adalah penggerak perubahan yang luar biasa.
Dari ruang domestik, publik, hingga politik, perempuan telah membuktikan bahwa potensi mereka tidak terbatas.
Tugas kita bersama adalah memastikan bahwa perempuan memiliki peluang untuk berkembang dan berkontribusi.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat, kita bisa menciptakan ekosistem yang mendukung pemberdayaan perempuan secara menyeluruh.
Berkaca dari pengalaman, di sektor politik sendiri, keterwakilan perempuan di kursi parlemen dan partisipasi politik perempuan dalam pemilu bukan hanya perkara angka semata.
Tetapi dengan adanya keterwakilan perempuan di parlemen maupun partisipasi politik, mampu memastikan hadirnya kebijakan-kebijakan yang mendukung dan memberdayakan perempuan, serta berkontribusi dalam perubahan yang nyata dan berdampak untuk perempuan.
Peran perempuan di kancah politik pada Pemilu legislatif 2024 di Surabaya sendiri menurun dibanding pemilu sebelumnya.
Periode masa jabatan DPRD Surabaya 2024-2029 hanya ada 10 perempuan yang lolos ke Yos Sudarso (Gedung DPRD Surabaya).
Baca juga:
Ratih Retnowati di Mata Sahabat Sesama Anggota DPRD Surabaya
Pada Pileg 2019 jumlah perempuan yang menjadi anggota legislatif mencapai 17 orang atau setara dengan 34 persen.
Sedangkan Pemilu 2024 hanya ada 10 kursi atau sekitar 20 persen dari 50 kursi yang diperebutkan. Artinya peran perempuan di kancah politik di Kota Surabaya menurun 14 persen dibandingkan periode sebelumnya.
Pada ruang domestik, publik, maupun politik mari kita terus mendukung, dan meningkatkan peran perempuan secara nyata agar melahirkan lebih banyak kebijakan-kebijakan yang memiliki keberpihakan dan memberdayakan perempuan.
Untuk Perempuan Indonesia, khususnya Perempuan di Surabaya, untuk seluruh Ibu, untuk Mama-ku, Mama Caroline, dan untuk Ibu-ku, Ibu Hartiningsih
Selamat Hari Ibu 2024: Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya Menuju Indonesia Emas 2045.
Penulis: Herlina Harsono Njoto, Anggota Komisi C DPRD Surabaya, Fraksi Demokrat.
URL : https://jatimnow.com/baca-74218-catatan-pena-herlina-refleksi-hari-ibu-2025