Pixel Code jatimnow.com

95 Persen ODGJ Penghuni Liponsos Sidoarjo Tak Beridentitas

Editor : Zaki Zubaidi   Reporter : Ahaddiini HM
Suasana Liponsos saat mendapat kunjungan dari salah satu sekolah TK inklusif Kabupaten Sidoarjo. (Foto: Ahaddiini HM/jatimnow.com)
Suasana Liponsos saat mendapat kunjungan dari salah satu sekolah TK inklusif Kabupaten Sidoarjo. (Foto: Ahaddiini HM/jatimnow.com)

jatimnow.com - Sebanyak 95 persen pasien orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dari jumlah 102 yang ditampung di Liponsos Kabupaten Sidoarjo tidak memiliki identitas yang jelas.

Pengurus Liponsos Sidoarjo Imam Hidayat mengatakan kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain ODGJ yang datang dari luar daerah dan beberapa diantara mereka memiliki keluarga miskin yang enggan mempedulikan identitas.

"Banyak yang kami temukan di jalan dan ada orang yang mengantarkan kemari dengan alasan terlunta-lunta di jalan. Hal ini tentu kurangnya koordinasi antara lembaga kesehatan dan lembaga sosial," ucap Imam kepada jatimnow.com, Senin (17/2/2025).

Baca juga:
Diduga Maling, Pria ODGJ di Tulungagung Dipukuli Warga

"Keadaan seperti ini menyebabkan kesulitan dalam memberikan pelayanan yang memadai kepada pasien ODGJ, karena tidak ada data yang lengkap tentang riwayat kesehatan dan identitas mereka," imbuh dia.

Hidayat menyampaikan harapan Liponsos Sidoarjo agar pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya identitas dan meningkatkan koordinasi antara lembaga kesehatan dan lembaga sosial.

Baca juga:
ODGJ di Pojok Kota Kediri Ngamuk, Warga Lapor Mbak Wali 112

"Kami berharap bahwa pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya identitas dan meningkatkan koordinasi antara lembaga kesehatan dan lembaga sosial," pungkasnya.

PDIP Minta Pemerintah Untuk Tidak Mengobral Gelar Pahlawan
Politik

PDIP Minta Pemerintah Untuk Tidak Mengobral Gelar Pahlawan

PDIP mendengar dan menerima banyak masukan krusial dari civil society dan kalangan akademisi (perguruan tinggi). Masukan tersebut berpusat pada catatan kelam sejarah, khususnya terkait dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa lalu.