jatimnow.com - Anggota DPRD Surabaya Budi Leksono angkat bicara mengenai pembatasan transportasi di moment Lebaran Idul Fitri 2025. Menurut dia, pembatasan transportasi ini dinilai akan mengganggu upaya peningkatan ekonomi yang menjadi target di wilayah Jawa Timur.
Kebijakan pembatasan transportasi ini merupakan kesepakatan dari 3 kementerian, tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Direktorat Jenderal Bina Marga.
Angkutan dan operasional truk diminta berhenti pada masa angkutan Lebaran 2025 (Angleb), yang berlangsung selama 16 hari, mulai 24 Maret hingga 8 April 2025. Budi Leksono menilai, aturan pembatasan ini harus segera di cari jalan keluarnya.
"16 hari pembatasan operasional ini cukup membuat lesu aktivitas ekonomi. Target pemerintah untuk melakukan percepatan makin lamban karena aktivitas ekspor-impor pasti juga tersendat," ucap Buleks, sapaan akrab Budi Leksono, Sabtu (15/3/2025).
Sebagai salah satu pengusaha, Buleks mengakui, pembatasan yang panjang akan membawa dampak kerugian. Performa ekonomi skala besar yang biasanya libur hanya 4 hari, pada H-3 hingga hingga H+1, kemudian harus dibatasi menjadi 16 hari akan membawa dampak kerugian yang cukup besar.
"Ini harus segera dicarikan solusi. Sebab, pembatasan ini adalah wilayah besar, target peningkatan ekonomi kita 5 sampai 6 persen di tahun ini," imbuh Ketua Fraksi PDIP DPRD Surabaya itu.
Dirinya menyarankan agar kebijakan pembatasan ini dikembalikan pada aturan-aturan sebelumnya. Ditambah dengan pengawasan ketat dari pemerintah atau stakeholder terkait.
Baca juga:
Jelang Lebaran 2025, Perbaikan Jalan Tulungagung Dikebut
"Jadi setidaknya memakai aturan yang sebelum-sebelumnya," tandas dia.
Sebelumnya, protes yang sama juga sempat dilayangkan oleh para pelaku usaha di Jawa Timur. Mulai dari Organisasi Angkutan Darat (Organda), Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jatim dan Indonesia National Shipowners Association (INSA).
Mereka menitikberatkan pada banyaknya kerugian yang akan terjadi jika pembatasan ini diterapkan. Bahkan, Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jatim Sebastian Wibisono mengatakan, pemberlakuan SKB ini kurang kajian.
Menurut Wibi, kebijakan ini terkesan hanya untuk memenuhi kewajiban administratif tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi sektor logistik dan industri.
Baca juga:
Jadwal dan Rute Mudik Gratis Pemprov Jatim 2025, Dari Jalur Darat hingga Laut
"Beban yang kami tanggung sangat besar, tidak hanya untuk kami sebagai penyedia jasa logistik, tetapi juga para eksportir dan importir. Kondisi ini bahkan lebih berat mengingat volume barang sudah mengalami penurunan," ungkap Wibi.
Wibi mengusulkan agar pemerintah memberikan diskresi atau penyesuaian kebijakan berdasarkan karakteristik arus mudik dan arus balik di setiap daerah.
"Tiada daerah yang sama. Oleh karena itu, diskresi dari Dishub atau Polda sangat diperlukan agar kebijakan ini sesuai dengan kondisi di lapangan," tegas Wibi.