jatimnow.com - Pemerintah Provinsi Jawa Timur perlu membangun komitmen dalam memperjuangkan perlindungan dan pemberdayaan perempuan serta anak. Berdasarkan laporan yang diterima Fraksi PDIP DPRD Jatim, selama tahun 2024 Indeks Pemberdayaan Gender di Jatim masih rendah.
Ketua Komisi E Sri Untari Bisowarno, menyampaikan bahwa masih banyak persoalan yang membutuhkan perhatian serius, terutama di daerah-daerah dengan indeks pemberdayaan gender yang rendah.
“Beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur, seperti Sampang, Malang, dan Probolinggo, masih memiliki indeks pemberdayaan gender di bawah angka 90. Ini menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan yang harus segera dijembatani melalui kebijakan yang berpihak kepada perempuan,” ujar Untari, Rabu (23/4/2025).
Menurut Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jatim ini, sinergi antara pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi menjadi kunci dalam menciptakan kebijakan yang mampu mendorong kesejahteraan perempuan secara merata.
“Kami terus mendorong lahirnya regulasi, kebijakan, dan advokasi yang berjejaring guna menciptakan perempuan yang berintegritas serta mandiri di bidang ekonomi, politik, sosial, dan kemasyarakatan,” lanjut politisi PDI Perjuangan tersebut.
Penasehat Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim itu juga menyebut bahwa meskipun Jawa Timur telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang perlindungan perempuan dan anak, ada beberapa aspek yang perlu diperkuat dan ditekankan ulang dalam implementasinya.
“Provinsi ini telah cukup maju dalam urusan pemberdayaan perempuan. Namun, dengan kondisi efisiensi anggaran saat ini, perlu dilakukan penataan ulang agar program-program perlindungan tetap berjalan maksimal,” ujarnya.
Anggota DPRD Jatim dari Dapil Malang Raya itu menyoroti masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan di sejumlah wilayah, termasuk di daerah pemilihannya.
“Jawa Timur memiliki banyak wilayah pedesaan dan kawasan industri yang kerap menjadi lokasi kasus kekerasan terhadap perempuan. Ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mengatasi,” tegasnya.
Komisi E, tambah Untari, akan terus berjuang memastikan perempuan dan anak di Jawa Timur mendapatkan perlindungan hukum, dukungan sosial, dan kesempatan yang setara dalam semua aspek kehidupan.
Baca juga:
Harga Gabah Merosot, DPRD Jatim Desak Bulog Segera Bertindak
Lebih lanjut, Sri Untari Bisowarno, menyampaikan komitmen kuat pihaknya dalam mendukung program-program Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA), khususnya dalam menciptakan ruang bersama dan sinergi lintas sektor dalam menangani isu perempuan dan anak.
"Kami di Komisi E DPRD Jawa Timur menyambut baik komitmen dan perhatian besar dari Ibu Menteri terhadap isu perempuan dan anak," ujarnya.
Ia menilai, diperlukan ruang bersama yang lebih luas dan inklusif untuk menangani berbagai permasalahan yang menyangkut perempuan dan anak.
“Ini harus melibatkan banyak pihak, mulai dari pemerintah daerah, lembaga masyarakat, akademisi, hingga komunitas lokal. Kolaborasi lintas sektor adalah kunci solusi yang menyeluruh dan berkelanjutan,” jelasnya.
Selain itu, Komisi E juga mendorong kelanjutan program strategis Kemen PPA, termasuk penguatan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA). Menurutnya, program ini relevan untuk mendorong perlindungan di tingkat akar rumput, sekaligus memperkuat partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan perempuan dan anak.
Baca juga:
Fraksi PDIP DPRD Jatim Dukung Kebijakan Impor Prabowo, tapi Ini Syaratnya
“Program DRPPA harus terus dikembangkan. Ini penting agar perlindungan dan pemberdayaan tidak hanya berhenti di kota, tapi sampai ke desa-desa,” tambahnya.
“Tanpa kerja sama yang erat dan saling mendukung, penanganan kasus-kasus perempuan dan anak akan sulit berjalan maksimal. Kami mendorong adanya komunikasi dan koordinasi yang kuat antara pemerintah dan seluruh elemen masyarakat,” pungkas Untari
Seperti diketahui, Jawa Timur mencatatkan angka tertinggi kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia sepanjang triwulan pertama tahun 2025. Berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber, tercatat sebanyak 579 kasus dilaporkan di provinsi ini antara Januari hingga Maret 2025.
Angka ini menempatkan Jawa Timur sebagai daerah dengan jumlah kasus tertinggi secara nasional. Dari total kasus kekerasan di Indonesia, tercatat 5.634 korban adalah perempuan, sementara 62,6 persen korban merupakan anak-anak.
Beberapa daerah di Jawa Timur menjadi sorotan karena tingginya angka kekerasan. Kabupaten Pasuruan menempati posisi teratas dengan 80 kasus, disusul Tuban (68 kasus), Sidoarjo (56 kasus), Mojokerto (49 kasus), dan Kota Malang (44 kasus). Lokasi kejadian paling umum adalah lingkungan rumah tangga, tempat kerja, fasilitas umum, hingga sekolah.