jatimnow.com - Vonis 4,5 tahun penjara terhadap mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, dalam kasus impor gula menuai kontroversi.
Meskipun dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, tidak ada bukti yang menunjukkan Lembong mendapat keuntungan pribadi selama 23 kali persidangan.
Tom Lembong sendiri berpendapat ia tidak memiliki mens rea atau niat jahat. Hal ini menjadi poin krusial karena dalam hukum pidana, mens rea, merupakan elemen penting pembuktian kesalahan. Tanpa niat jahat, pertanggungjawaban pidana patut dipertanyakan.
Pakar Hukum Pidana dan Hukum Kesehatan Fakultas Hukum UNAIR, Riza Alifianto Kurniawan menilai kasus ini menyentuh area sensitif. Batas antara tindakan administratif dan tindak pidana korupsi.
"Ini bisa dilihat sebagai kriminalisasi kebijakan publik," ujar Riza, Jumat (25/7/2025).
"Pejabat memiliki diskresi, apalagi tanpa bukti niat jahat atau keuntungan pribadi," tambah Riza.
Tom Lembong didakwa merugikan negara Rp 578,1 miliar karena mengizinkan impor gula tanpa koordinasi lintas sektor.
Baca juga:
Kebijakan Pendidikan Jabar yang Bikin Geleng-Geleng Kepala
Namun, Riza menegaskan bahwa penyalahgunaan wewenang sebagai dasar tindak pidana korupsi harus disertai bukti mens rea.
"Selama kebijakan tidak untuk memperkaya diri dan tanpa perbuatan melawan hukum aktif, seharusnya masuk ranah administratif, bukan pidana," tegasnya.
Putusan hakim yang menafsirkan "melawan hukum" dalam konteks administratif, menurut Riza, berpotensi mengkriminalisasi kebijakan publik. Hal ini menimbulkan ambiguitas hukum yang membahayakan independensi pengambilan keputusan di eksekutif.
"Kegagalan meyakinkan hakim soal niat jahat terjadi. Namun, tafsir tersebut sangat diperdebatkan," tambahnya.
Baca juga:
Rasen Space, Fesyen Berkelanjutan yang Menginspirasi
Riza juga menyoroti pengabaian prinsip dasar hukum pidana, yaitu adanya mens rea, serta pertentangan dengan Business Judgement Rule (BJR) yang menjadi standar tata kelola pemerintahan dan korporasi modern.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang batasan wewenang pejabat publik dan interpretasi hukum dalam konteks kebijakan publik.
Apakah putusan ini akan menciptakan preseden yang membatasi pengambilan keputusan di masa mendatang? Perdebatan hukum ini masih akan terus berlanjut.
URL : https://jatimnow.com/baca-77759-polemik-vonis-tom-lembong-kriminalisasi-kebijakan-publik