jatimnow.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah sedang dibahas intensif oleh pemerintah dan DPR.
Salah satu isu paling kontroversial adalah legalisasi umrah mandiri, yaitu skema ibadah umrah yang dilakukan tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) resmi.
Ketua Bidang Litbang DPP Amphuri (Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia), Ulul Albab, menyebut bahwa legalisasi umrah mandiri bukanlah langkah maju, melainkan sebuah kemunduran dalam perlindungan jamaah.
"Legalisasi umrah mandiri membuka celah serius bagi penyimpangan, menimbulkan potensi maraknya praktik percaloan tidak terkendali, dan melemahkan akuntabilitas penyelenggara,” terangnya melalui peran tetulis, Jumat (01/8/2025).
Pasal 86 ayat (1) RUU yang mengatur bahwa perjalanan ibadah umrah dapat dilakukan melalui PPIU, secara mandiri, atau oleh Kepala Badan dalam keadaan darurat, dianggap Ulul Albab menormalisasi praktik di luar sistem resmi negara.
"Ini akan menciptakan ketimpangan regulasi antara PPIU resmi yang harus terpenuhi syarat dan diawasi dengan penyedia umrah mandiri yang bebas beroperasi tanpa batas," tegas Ketua ICMI Orwil Jawa Timur itu.
Lebih jauh, Pasal 87A dan Pasal 88A memberi hak jamaah mandiri membuat kontrak langsung dengan penyedia layanan seperti tiket, akomodasi, hingga bimbingan manasik.
Namun konsekuensi dari pengaturan ini, menurut Ulul Albab, adalah ketidakjelasan status penyedia layanan, potensi keterlibatan nonmuslim sebagai penyedia jasa, dan risiko bisnis oligarki yang menyerupai monopoli.
Dari sisi perlindungan hukum, RUU ini justru melemahkan hak jamaah umrah mandiri sebagaimana tercantum di Pasal 96 dan 97.
“Negara melegalkan praktik umrah mandiri, tapi justru mencabut perlindungan bagi jamaahnya. Ini inkonsisten dan berpotensi melanggar konstitusi yang menjamin perlindungan hak warga negara termasuk dalam menjalankan ibadah,” tegas Ulul.
Dampak sosial dan ekonomi pun dipandang serius oleh Ulul Albab. Tanpa pendampingan bimbingan manasik yang memadai, jamaah umrah mandiri dikhawatirkan menjalankan ibadah kurang sempurna.
Baca juga:
Jamaah Haji Lamongan Tiba di Arafah, Siap Laksanakan Ibadah Wukuf
Sedangkan secara ekonomi, PPIU resmi yang telah membangun ekosistem standar dan pengawasan dapat mengalami ketidakadilan kompetisi dengan maraknya agen tidak resmi yang menawarkan harga murah tanpa jaminan layanan.
Ulul Albab mengusulkan agar pasal-pasal tentang umrah mandiri dihapus seluruhnya dari RUU tersebut. Pasal 86 seharusnya hanya menyebutkan perjalanan ibadah umrah dilakukan melalui PPIU resmi atau oleh Kepala Badan dalam keadaan luar biasa.
Solusi lain adalah memperluas akses PPIU resmi hingga pelosok dan menyederhanakan proses perizinan pelaku usaha agar terintegrasi dalam sistem resmi.
"Dengan demikian, negara benar-benar hadir dan menjamin perlindungan jamaah umrah. Jangan sampai pasar umrah dibanjiri oleh penyelenggara liar yang merugikan jamaah serta mengacaukan ibadah suci ini," pungkas Ulul Albab.
RUU Haji dan Umrah yang sedang dibahas ini harus memberikan keberpihakan nyata kepada jamaah umrah agar penyelenggaraan ibadah menjadi profesional, aman, dan bermartabat.
Baca juga:
Sempat Terkendala Visa, Wabup Trenggalek Akhirnya Berangkat ke Tanah Suci
Perlu diketahui, Pemerintah dan DPR RI tengah gencar membahas revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Target penyelesaian revisi yang diajukan sebagai RUU inisiatif DPR ini dipatok pada pertengahan Agustus 2025.
Kepala Badan Penyelenggara Haji dan Umrah (BP Haji), KH Mochamad Irfan Yusuf Hasyim, mengungkapkan percepatan pembahasan ini krusial untuk memastikan kesiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2026.
"RUU ini sudah masuk tahap pemerintah dan sedang dibahas intensif. Semoga pertengahan Agustus sudah bisa disahkan menjadi undang-undang," jelas Irfan dalam Seminar Haji Nasional di Universitas Yarsi, Jakarta, Rabu (30/7/2025).
Irfan menekankan pentingnya pengesahan RUU ini agar pemerintah dan calon jamaah haji 2026 dapat mengikuti jadwal yang telah direncanakan. Proses pemilihan lokasi penunjang ibadah haji, termasuk akomodasi, telah dimulai sejak akhir Juli dan menunggu persetujuan DPR.
"Pemilihan lokasi sudah berjalan sejak akhir Juli. Namun, kami masih menunggu proses persetujuan dari DPR," tambah Irfan. Percepatan pembahasan RUU ini diharapkan dapat memberikan kepastian dan kenyamanan bagi para calon jamaah haji dalam mempersiapkan perjalanan ibadahnya.
URL : https://jatimnow.com/baca-77939-amphuri-tolak-umrah-mandiri-ruu-haji-bermasalah