jatimnow.com - Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (APECSI) menyoroti dua isu utama yang mendesak untuk segera ditangani di Kebun Binatang Surabaya (KBS), yakni kriteria pemilihan direktur dan masalah overpopulasi satwa.
Pemerhati satwa dan koordinator APECSI, Singky Soewadji, menegaskan bahwa pengalaman dan pemahaman mendalam tentang konservasi satwa liar adalah faktor penentu utama dalam memilih Direktur Utama KBS.
"Saya tidak bermaksud meremehkan anak muda, namun pengalaman dan pengetahuan yang mendalam tentang konservasi satwa liar tidak bisa didapatkan hanya dengan semangat atau latar belakang pendidikan formal," tuturnya saat Jagongan Bareng Rumah Literasi Digital, di Balai RLD, Jl. Kaca Piring no 6 Surabaya, Jumat (05/9/2025).
Singky menjelaskan bahwa seorang pemimpin lembaga konservasi harus memiliki pemahaman yang komprehensif tentang berbagai aspek konservasi, mulai dari identifikasi masalah di lapangan, penyusunan strategi, hingga implementasi program.
"Pengalaman di lapangan sangat penting. Seorang pemimpin harus tahu betul seluk-beluk masalah konservasi, tantangan yang dihadapi, serta solusi yang efektif," tegasnya.
Idealnya, lanjut Singky, lembaga konservasi memang harus dipimpin oleh sosok yang berpengalaman, namun tetap membuka ruang bagi regenerasi.
"Kita perlu memberikan kesempatan kepada anak muda untuk belajar dan berkontribusi, namun mereka harus dibimbing dan didampingi oleh para senior yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang mumpuni," katanya.
Lebih lanjut, Singky menyebutkan beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin lembaga konservasi seperti KBS Surabaya. Pertama, memiliki pengalaman langsung dalam kegiatan konservasi satwa liar.
Kedua, memahami berbagai aspek konservasi, termasuk ekologi, biologi, sosial, dan ekonomi. Ketiga, memiliki jaringan yang luas dengan berbagai pihak terkait, seperti pemerintah, LSM, akademisi, dan masyarakat.
Selanjutnya harus mampu memimpin tim, mengambil keputusan yang tepat, dan menginspirasi orang lain. Kemudian memiliki integritas yang tinggi dan komitmen terhadap konservasi satwa liar.
Selain masalah kepemimpinan, APECSI juga menyoroti masalah overpopulasi satwa di berbagai lembaga konservasi. Singky mengungkapkan bahwa masalah ini sangat krusial dan memerlukan penanganan yang serius.
"Masalah overpopulasi satwa ini sangat krusial. Saya sering mendapat berita bagaimana sebenarnya kondisi di lapangan. Misalnya, dalam satu pekan ada lima kelahiran. Jika satu koloni terdiri dari 20-25 ekor, dan mereka mencari tempat baru namun tidak mendapatkannya, apakah mereka akan keluar dari kawasan konservasi?" ujarnya.
Singky juga menyinggung soal bekantan dan "hutang" lembaga konservasi kepada Kalimantan. "Kita punya hutang dengan Kalimantan terkait bekantan. Saat Pulau Kajai terbakar, bekantan-bekantan tersebut tidak dievakuasi ke lembaga konservasi. Sekarang saatnya kita mengembalikan mereka ke habitat asalnya," tegasnya.
Baca juga:
KBS Surabaya Hadirkan Rabbits in Wonderland, Edukasi Kelinci Unik untuk Anak!
Selain masalah populasi satwa, Singky juga mengungkap masalah sumber daya manusia (SDM) dan manajemen di lembaga konservasi. Ia menyinggung banyaknya karyawan yang sudah memasuki masa pensiun namun masih dipekerjakan, serta kurangnya regenerasi.
"Kita perlu segera menyelesaikan masalah ini. Karyawan yang sudah pensiun sebaiknya dipensiunkan, dan kita harus merekrut anak-anak muda yang memiliki semangat dan kompetensi," katanya.
Singky juga menyoroti masalah manajemen yang tidak profesional, seperti ketidakhadiran karyawan tanpa alasan yang jelas. "Ini adalah masalah serius. Manajemen harus tegas dalam menindak karyawan yang tidak disiplin," ujarnya.
APECSI berharap agar para pemangku kebijakan dapat mempertimbangkan kriteria-kriteria tersebut dalam memilih calon direktur KBS, serta memberikan perhatian yang serius terhadap masalah overpopulasi satwa dan manajemen yang tidak profesional.
"Kami berharap agar pemimpin yang terpilih adalah sosok yang benar-benar kompeten dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap konservasi satwa liar Indonesia. Kami juga berharap agar masalah overpopulasi satwa dan manajemen yang tidak profesional dapat segera diatasi agar lembaga konservasi dapat berfungsi secara optimal," pungkas Singky.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Himpunan Humas Hotel Surabaya (H3), Kus Andi, menyebut bahwa KBS sebagai konservasi memiliki arti dan manfaat yang besar bagi lingkungan sekitar, termasuk dalam membangun sektor pariwisata.
Hal itu, lanjut Kus Andi, H3 selama itu terus berupaya untuk membangun sektor wisata di Surabaya. Salah satu caranya adalah dengan menjalin hubungan yang baik dengan berbagai sektor wisata lainnya di Surabaya.
Baca juga:
Instruksi Wali Kota Surabaya untuk Direktur KBS Antisipas Ledakan Pengunjung
"Harapan kami adalah terciptanya kemudahan-kemudahan antara pelaku hotel dan para pelaku wisata. Misalnya, dengan Kebun Binatang Surabaya (KBS), kami bisa melakukan kolaborasi yang saling menguntungkan," ujarnya.
Kolaborasi ini bisa berupa kebijakan khusus, seperti tamu hotel mendapatkan privilege atau harga spesial dari KBS.
"Melalui kegiatan ini, kita bisa melakukan branding bersama melalui media sosial, seperti Instagram. Kami akan mempromosikan wisata di Surabaya, termasuk KBS, dan sebaliknya," tandasnya.
Sebagaimana diketahui, Kebun Binatang Surabaya (KBS) akhir-akhir ini menjadi buah bibir. Pasalnya, salah satu ikon wisata Surabaya ini beroperasi tanpa nahkoda. Pemkot Surabaya pun tengah menjaring calon pengganti Khairul Anwar yang purna tugas pada Oktober 2024.
Sebagai lembaga konservasi yang telah berdiri lebih dari satu abad, Kebun Binatang Surabaya tidak hanya menjadi tempat rekreasi, tetapi juga bagian dari identitas sejarah Kota Pahlawan.
Namun di tengah berkembangnya wisata buatan dan digitalisasi sektor pariwisata, KBS dituntut untuk beradaptasi. Apakah KBS akan mampu bangkit sebagai kebun binatang modern dan edukatif, atau justru tergerus zaman dan ditinggalkan generasi muda?