jatimnow.com - Kursi Wakil Ketua Mahkamah Agung Non-Yudisial diharapkan diisi oleh hakim agung berintegritas dan tanpa catatan masalah hukum. Pemilihan posisi strategis ini dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 10 September 2025.
Ketua Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Julius Ibrani, mendesak agar proses pemilihan dilakukan secara transparan dan terbuka. Ia menegaskan pentingnya keterlibatan publik dalam pengawasan untuk mencegah terpilihnya kandidat yang bermasalah.
Menurutnya, di tengah upaya pembenahan yang tengah dilakukan oleh Eksekutif dan Legislatif pasca-aksi demonstrasi akhir Agustus lalu, Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif juga harus melakukan reformasi diri.
Terlebih, dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah oknum di MA terlibat kasus korupsi. Pemilihan calon Wakil Ketua MA yang bersih menjadi krusial untuk mengembalikan kepercayaan publik.
"Kasus suap kerap terjadi setiap tahun dengan angka fantastis, dari kasus Zarof dengan uang tunai Rp 1 triliun dan berkilogram emas yang diakui sebagai suap, hingga penangkapan hakim di PN Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Surabaya dengan nilai mencapai ratusan miliar," ujar Julius dalam keterangannya, Selasa (09/9/2025).
Menurutnya, MA sebagai lembaga peradilan tertinggi memiliki kedudukan dan peran yang sama pentingnya dengan Pemerintah dan DPR, sehingga harus bersih dan bebas dari masalah seperti suap.
"Setiap 6 bulan sekali, pasti ada kasus suap dan korupsi yang melibatkan pejabat MA," tegasnya.
Julius mengungkapkan, sejumlah hakim agung yang menjabat sebagai Ketua Kamar di MA saat ini memiliki catatan masalah. Beberapa di antaranya pernah dipanggil KPK terkait kasus suap dan korupsi mantan Sekretaris Jenderal MA, Hasbi Hasan.
Selain itu, ada juga hakim agung yang bertindak sebagai ketua majelis kasus pidana yang membebaskan mantan Hakim Agung Gazalba Saleh dalam kasus suap, serta mengurangi masa hukuman (korting) terdakwa TPPU Gazalba Saleh dalam putusan pidana PK.
"Besok, 10 September 2025, di tengah kesunyian yang tampaknya direncanakan agar luput dari perhatian publik, MA akan melakukan pemilihan Wakil Ketua MA Non-Yudisial yang akan membawahi bidang Anggaran, Pembinaan, Operasional, Litbang, hingga Pengawasan. Jabatan ini adalah jabatan suci yang tidak sepatutnya diisi oleh orang-orang bermasalah. Hakim Agung yang kerap dipanggil KPK, atau hakim agung yang mengurangi putusan korupsi atau bahkan membebaskan terdakwa korupsi, tidak pantas menduduki posisi ini," tegasnya.
"Langkah terbaik dan pertama dalam reformasi MA yang sering dilupakan adalah mencari kandidat Wakil Ketua Mahkamah Agung Non-Yudisial dengan track record baik, bersih, dan akuntabel. Bukan hakim agung yang pernah diperiksa dan dipanggil KPK seperti Prim Haryadi, atau hakim agung yang melakukan korting putusan pidana korupsi atau memutus bebas dengan menolak kasasi KPK yang dilakukan oleh ketua majelis Dwiarso Budi Santiarto," tandasnya.
Baca juga:
Pemilihan Wakil Ketua MA Harus Bebas dari Calon Bermasalah