jatimnow.com - Demonstrasi sepanjang 25 sampai 31 Agustus 2025 yang terjadi di sejumlah kota, termasuk Jawa Timur memunculkan fenomena menarik, yaitu tidak adanya tokoh sentral atau komando yang jelas.
Pengamat cagar budaya, Edward Dewarucci, memberikan perhatian khusus pada peran media sosial dan digital lifestyle dalam memobilisasi massa, serta kesenjangan sosial yang menjadi pemicu utama.
Menurut Dewarucci, kekuatan media sosial dan gaya hidup digital telah mengubah cara masyarakat berinteraksi dan berpartisipasi dalam aksi sosial.
"Yang menarik dari situasi di Jawa Timur kemarin adalah koordinator lapangannya tidak kelihatan," ujarnya dalam acara Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Quo Vadis Aksi Massa 2025: Demokrasi atau Anarki?" di Grand Surabaya Hotel, Surabaya, Kamis (11/9/2025).
"Dalam sebuah pergerakan, seharusnya ada pemimpinnya. Tapi kemarin tidak kelihatan siapa yang berdiri di atas panggung atau mobil komando, lalu mengarahkan orang untuk melakukan ini dan itu. Tidak ada," sambungnya.
Edward menambahkan bahwa tantangan terbesar saat ini adalah disinformasi, fitnah, dan penyebaran kebencian (hate speech) yang masif di dunia digital.
"Ketiga jenis perilaku digital ini kemudian ditembakkan dengan model digital. Jadi, sekarang pelurunya adalah peluru digital dalam bentuk disinformasi, penyebaran fitnah, dan kebencian. Ini dahsyat, karena kemudian bisa menggerakkan hanya dengan selebaran 'ayo kumpul' terus 'ayo aksi'," jelasnya.
Selain itu, Edward juga menggarisbawahi adanya kesenjangan sosial yang semakin tajam. Hal itu, kata dia. sebagai pemicu utama aksi massa.
Baca juga:
Aktivis 98: Aksi Massa Murni dari Rakyat, Jangan Ada Distorsi!
"Dalam situasi politik yang seperti sekarang, kesenjangan masyarakat itu sangat tajam. Ada orang yang tidak punya bayaran sama sekali, tidak punya gaji, tidak punya penghasilan. Tapi, di satu sisi, ada orang yang jadi direktur BUMN atau jadi pejabat yang bayarannya ratusan juta, bahkan miliaran. Itu kan sangat jauh. Dalam posisi seperti ini, yang terpaksa adalah perasaan keadilan," ungkapnya.
Ia mencontohkan kasus driver ojek online yang memperjuangkan haknya di tengah ketidakadilan yang dilakukan oleh aplikator.
"Bagaimana kemudian dia berjibaku untuk mencari seribu, dua ribu, sementara pemilik modalnya yang di pasar modal itu dengan enak dia mengatakan bahwa valuasi nilai perusahaan saya itu sekian triliun, padahal yang kerja ini loh, yang ribuan orang kerja ini tadi untuk mencari seribu rupiah ongkosnya dia jadi delivery atau dari apa itu sampai ada yang meninggal di atas motornya, sampai ada yang sakit atau kecelakaan. Paling sering beritanya itu kan sebuah situasi yang memang kemudian terbaca oleh anak muda ini sebagai sesuatu yang tidak adil," paparnya.
Edward juga menyinggung hilangnya kepercayaan masyarakat pada wakil rakyat dan partai politik.
Baca juga:
Demo Reda? Kacung Marijan: Presiden Harus Atasi Akar Masalah!
"Nah, ini tidak tersampaikan kepada yang namanya wakil rakyat, partai politik, sistem pemilihan anggota partai politik yang terpilih. Dia tidak bisa jadi jembatan untuk menyampaikan ini. Kok sama cerita joget-joget, 'gaji DPR bubarkan DPR', akhirnya jalan," katanya.
Terkait aksi pembakaran cagar budaya, Edward menyayangkan tindakan tersebut. "Kalau cagar budaya kan sesuatu yang sudah lama, ya? Lama, tua, gitu. Terus, dia dihargai karena keunikan bentuknya, ada seni di sana, ada cerita di balik itu, meskipun mungkin ada di alam bawah sadarnya anak-anak yang bakar itu juga melihat bahwa ini simbol kolonialisme, ya, bisa juga. Ini simbol penjajahan, ya sudah, dibakar saja," ujarnya.
Namun, ia berharap kejadian ini dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melindungi nilai-nilai dan karakter budaya bangsa.
"Jadi, artinya, ke depan ada kesadaran bahwa perlindungan terhadap nilai-nilai dan karakter budaya masyarakat itu ternyata hari ini gila. Dengan tren digital lifestyle, gaya hidup digital itu, mereka menganggap ini benda mati, tidak apa-apa dirusak, tidak apa-apa dibakar, tidak apa-apa dijarah, tidak apa-apa dianggurin," pungkasnya.
URL : https://jatimnow.com/baca-79017-medsos-dan-kesenjangan-di-balik-demonstrasi-ini-kata-pengamat