Pixel Code jatimnow.com

Kementerian Kebudayaan Komit Jadikan Musik Penggerak Ekonomi Berkelanjutan

Editor : Ni'am Kurniawan   Reporter : Ali Masduki
Diskusi panel ketiga bertajuk "Musik sebagai Ekonomi Kekuatan Baru" dalam gelaran Konferensi Musik Indonesia (KMI) 2025 di Jakarta, pada 9 Oktober 2025. (Foto/jatimnow.com)
Diskusi panel ketiga bertajuk "Musik sebagai Ekonomi Kekuatan Baru" dalam gelaran Konferensi Musik Indonesia (KMI) 2025 di Jakarta, pada 9 Oktober 2025. (Foto/jatimnow.com)

jatimnow.com - Kementerian Kebudayaan RI menegaskan kembali komitmennya menjadikan ekosistem musik sebagai penggerak ekonomi yang berkelanjutan.

Penegasan itu mengemuka dalam Konferensi Musik Indonesia (KMI) 2025, khususnya pada diskusi panel ketiga bertajuk "Musik sebagai Ekonomi Kekuatan Baru" yang berlangsung di Jakarta, pada 9 Oktober 2025. Dihadiri lebih dari 300 peserta, KMI 2025 menjadi forum perdana menjelang satu tahun usia Kementerian Kebudayaan.

Chief Marketing Officer Mad Haus Group, Dimaz Joey, yang memoderatori sesi tersebut, menyatakan bahwa KMI 2025 harus melangkah lebih jauh dari sekadar wacana.

"Maka hari ini, di Konferensi Musik Indonesia 2025, kita tidak lagi hanya bicara potensi. Tapi, bagaimana potensi itu bisa direalisasikan melalui kebijakan yang adil, insentif yang berpihak," tegasnya.

Musik memang dianggap sebagai salah satu corong pemasukan negara dalam industri kreatif. Timon Pieter, Penyuluh Ahli Madya Direktorat Jenderal Pajak, menegaskan peran sentral kontribusi musisi melalui karya dan pajak. Ia memandang pajak sebagai penopang pertumbuhan industri itu sendiri.

"Pajak yang didapat dari para musisi lewat karya-karyanya ini adalah penopang bagi pertumbuhan industri musik karena akan kembali dalam bentuk panggung, dana pendidikan, dan infrastruktur budaya. Musik menyambungkan perasaan, dan pajak menyambungkan cita-cita," papar Timon.

Peluang ekonomi musik Indonesia dinilai sangat besar. Mohammad Dian Revindo dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, menekankan perlunya koordinasi yang optimal.

"Multiplayer effect dapat terjadi jika ekosistemnya dapat dikoordinasikan dengan baik dari hulu ke hilir, dan juga demand-nya mendukung dan saling menghargai," jelas Dian.

Ia menambahkan, peran pemerintah tak hanya terbatas pada kebijakan fiskal. Pemerintah diharapkan dapat melibatkan pihak perbankan untuk pembiayaan di bidang musik dan, dalam jangka panjang, menyediakan Badan Layanan Umum (BLU) di bidang musik.

Dari sisi penyelenggaraan acara, perwakilan Backstagers Indonesia, Andro Rohmana, mengajak pelaku industri untuk mengubah perspektif terhadap event. Saat ini, industri event masih menghadapi serangkaian tantangan.

"Saatnya kita bergerak bersama. Mari ubah cara pandang kita bahwa event bukanlah biaya, tapi instrumen investasi yang bisa menggerakkan ekonomi," ujarnya.

Sementara itu, dari ranah digital, Ketua ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia), Yonathan Nugroho, mengungkapkan potensi besar Indonesia sebagai negara dengan pengguna internet terbesar keempat dunia.

Data menunjukkan 70% konsumsi musik digital di Indonesia berasal dari katalog lokal, sebuah indikasi pergeseran tren signifikan.

"Dulu musik asing masih begitu kuat di platform digital, tapi kini trennya bergeser. Artis-artis Indonesia terus mencetak prestasi dan menunjukkan kualitas produksi yang setara dengan tingkat Asia Tenggara, bahkan internasional," tutup Yonathan.

Diskusi panel dalam Konferensi Musik Indonesia (KMI) 2025 menghasilkan tujuh rekomendasi konkret yang diharapkan mampu mendorong ekonomi musik yang berdaya saing global.

Pertama, penguatan perlindungan tenaga kerja dan jaminan bagi pelaku industri musik menjadi prioritas utama untuk memastikan kesejahteraan dan keberlangsungan karir para pekerja seni.

Selanjutnya, untuk mendukung perkembangan ekosistem musik yang inklusif, diperlukan pembangunan gedung pertunjukkan yang representatif di berbagai daerah, sehingga memberikan ruang ekspresi yang layak bagi para musisi lokal.

Selain itu, dukungan pemerintah untuk melakukan riset industri event dan menghasilkan data kredibel juga sangat penting. Data ini akan menjadi landasan bagi pengambilan kebijakan yang tepat sasaran dan efektif.

Tidak hanya itu, asosiasi diharapkan dapat mendukung produk event yang terstandar, sehingga kualitas dan profesionalitas penyelenggaraan acara musik dapat ditingkatkan.

Di sisi lain, penyederhanaan pajak royalti, pembebasan PPN, dan kebijakan pajak PPH 21 untuk pekerja berpenghasilan di bawah Rp10 juta menjadi langkah penting untuk meringankan beban finansial para musisi dan pekerja seni.

Untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif, penerapan PP Nomor 24 Tahun 2022 secara efektif melalui lembaga penilai dan kerja sama lembaga keuangan perlu dioptimalkan.

Terakhir, pemberian insentif fiskal untuk investasi Kekayaan Intelektual (IP) akan mendorong kreativitas dan inovasi dalam industri musik, serta meningkatkan daya saing produk musik Indonesia di pasar global.

KMI 2025 yang berlangsung hingga 11 Oktober 2025 ini menjadi wadah kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan komunitas kreatif. Konferensi ini menegaskan tekad bersama untuk menumbuhkan ekosistem musik yang inklusif, berdaya saing, dan berakar pada identitas budaya Indonesia.

Kementerian Kebudayaan berkomitmen memperkuat kerja sama lintas sektor, dari komunitas hingga pemerintah daerah, agar musik Indonesia tidak hanya menjadi ekspresi budaya, tetapi juga kekuatan ekonomi baru yang menggerakkan masa depan bangsa.